GELORA.CO - Pemanggilan Komnas HAM untuk para pimpinan KPK tidak juga dipenuhi.
Bukannya kooperatif, para pimpinan KPK justru meminta penjelasan lebih dulu soal hak asasi apa yang dilanggar pada tes wawasan kebangsaan (TWK).
Sebetulnya, Komnas HAM sudah melayangkan surat panggilan kepada para pimpinan KPK sejak 2 Juni 2021 dan 7 Juni 2021. Namun sejak saat itu juga, pimpinan KPK tak juga berkunjung ke Komnas HAM.
Ternyata bukan tanpa sebab, juru bicara KPK Ali Fikri menyebut pihaknya sudah berkirim surat kepada Komnas HAM terkait surat panggilan tersebut. Surat itu berisi permintaan penjelasan terkait hak asasi apa yang dilanggar KPK.
"Tindak lanjut surat dimaksud, Senin, 7 Juni 2021, pimpinan KPK telah berkirim surat kepada Komnas HAM untuk meminta penjelasan lebih dahulu mengenai hak asasi apa yang dilanggar pada pelaksanaan alih status pegawai KPK," kata Ali Fikri, kepada wartawan, Selasa (8/6/2021).
Ali mengaku sudah mengetahui terkait surat panggilan yang sejauh ini dikirimkan Komnas HAM. Surat pemanggilan itu diketahui soal aduan para pegawai 75 soal adanya dugaan pelanggaran HAM pimpinan KPK terkait pelaksanaan TWK.
"Pimpinan dan Sekjen KPK telah menerima surat dari Komnas HAM tertanggal 2 Juni 2021 terkait aduan tes wawasan kebangsaan pegawai KPK," kata Ali.
Meski begitu, Ali memastikan KPK tetap menghargai dan menghormati tugas Komnas HAM. Namun menurutnya proses alih status ASN yang dikerjakan bersama Badan Kepegawaian Negara (BKN) dan lembaga terkait sudah sesuai aturan.
"Tentu pimpinan KPK sangat menghargai dan menghormati apa yang menjadi tugas pokok fungsi Komnas HAM sebagaimana tersebut di dalam ketentuan yang berlaku saat ini," katanya.
"Proses peralihan status pegawai KPK merupakan perintah UU dan KPK telah melaksanakan UU tersebut. Pelaksanaan TWK dilakukan oleh BKN bekerja sama dengan lembaga terkait lainnya melalui proses yang telah sesuai mekanisme sebagaimana peraturan perundang-undangan yang berlaku," tambahnya.
Komnas HAM Tetap Minta KPK Hadir
Komnas HAM juga buka suara terkait pernyataan pimpinan KPK yang enggan mendatangi Komnas HAM sebelum mendapat penjelasan.
Komisioner Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik mengaku heran dan menilai pemanggilan Komnas HAM sebagai hal yang biasa mengingat pimpinan KPK sebagai pihak teradu sehingga penting memberikan tanggapan atas pengaduan yang diterima Komnas HAM.
"Sebetulnya itu saja, ingin memastikan kebijakan ini sesuai dengan standar hak asasi atau tidak. Kalau katakanlah ada pelanggaran tentu kami akan kasih rekomendasi untuk pembenahan kepada Presiden, kepada KPK sendiri, jadi hal yang sebetulnya ini normatif saja," ucap Taufan di kantornya.
Taufan pun mengaku akan menjadwalkan ulang pemanggilan untuk seluruh pimpinan KPK itu. Dia mencontohkan pemanggilan Komnas HAM pada sejumlah pejabat yang selalu tidak ada masalah.
"Ini hal biasa. Anda lihat tempo hari Kapolda Metro dipanggil, Kapolda Kaltim dipanggil. Kita juga pernah panggil Pak Nadiem Makarim walaupun waktu itu beliau tidak bisa, beliau kirim Dirjen kan untuk menjelaskan ada satu aduan dari kelompok manusia, katanya ada pelanggaran hak asasi terkait kebebasan berekspresi mereka. Kita uji," ucap Taufan.
Dia mengingatkan pimpinan KPK akan rugi sendiri bila tidak memenuhi panggilan Komnas HAM. Sebab, dalam aduan yang diterima Komnas HAM, pimpinan KPK sebagai pihak teradu yang memiliki hak untuk memberikan penjelasan.
"Risikonya tentu kita tidak bisa mendapatkan keterangan yang seimbang dari para pihak jadi yang akan dirugikan justru pihak KPK sendiri karena berarti keterangan penyeimbang dari mereka nggak kita dapatkan. Jangan salahkan kami kalau ada kesimpulan yang kami keluarkan misalnya dia ya dia tidak balas karena dari pihak satu lagi nggak berikan keterangan maka harapan kami datanglah berikan keterangan jadi enak semua kita bisa lihat," ucap Taufan.
MenPAN-RB Dukung Pimpinan KPK
MenPAN-RB Tjahjo Kumolo justru mengambil sikap berbeda dengan mendukung sikap pimpinan KPK yang tak hadir ke Komnas HAM terkait polemik tes wawasan kebangsaan (TWK) yang dilaporkan sejumlah pegawai KPK. Dia mempertanyakan hubungan kewarganegaraan dengan HAM.
"Kami juga mendukung KPK misalnya tidak mau hadir di Komnas HAM. Apa urusan kewarganegaraan itu urusan pelanggaran HAM?" kata Tjahjo saat rapat dengar pendapat dengan Komisi II DPR RI di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta.
Tjahjo juga menyinggung penelitian khusus (litsus) pada zaman Orde Baru. Dia mengatakan aturan mengenai alih ASN itu sama aturannya.
"Zaman saya litsus tahun '85 mau masuk anggota DPR itu, dulu kan fokus PKI, sekarang kan secara luas secara kompleks. Dari sisi aturan itu, saya kira Pak Syamsul yang pernah jadi panitia litsus dan Pak Cornelis emang dari bawah sama plek aturannya. Jadi memang data ASN memang sama," kata dia.(dtk)