GELORA.CO - Realisasi anggaran Pemulihan Ekonomi (PEN) khusus untuk kesehatan masih sangat rendah. Namun di sisi yang lain, pemerintah terus menambah utang dari luar negeri.
Teranyar, pemerintah menerima total 1,7 miliar dolar Amerika Serikat, atau setara dengan Rp 24,6 triliun (kurs Rp 14.489 per dolar Amerika Serikat) pencairan dari Bank Dunia dalam sepekan terakhir.
Utang tersebut digelontorkan secara bertahap oleh Bank Dunia untuk mendukung tiga program pemerintah. Salah satunya adalah untuk menambah isolasi pasien Covid-19, meningkatkan ketersediaan tempat rawatan, pengujian, hingga komunikasi publik dan pengawasan.
Jumlah yang dicairkan Bank Dunia untuk dikelola Kementerian Kesehatan dalam mendukung penanganan Covid-19 di dalam negeri tersebut mencapai 500 juta dolar Amerika Serikat atau setara Rp 7,24 triliun (kurs Rp 14.489 per dolar Amerika Serikat).
Namun, jika melihat laporan serapan anggaran kesehatan di dalam PEN per 11 Mei 2021 angkanya masih sangat rendah, yaitu baru 14,2 persen atau sekitar Rp 24,90 trliun dari total pagu sebesar Rp 175,22 triliun.
Bahkan berdasarkan data terbaru yang dihimpun Institute for Development of Economics and Finance (Indef) hingga akhir Mei, realisasi anggaran kesehatan di dalam PEN cuma naik satu digit.
"Sampai Mei kemarin penyerapannya baru 18 persen," ujar Direktur Eksekutif Indef, Tauhid Ahmad saat dihubungi Kantor Berita Politik RMOL, Selasa (22/6).
Menurut Tauhid, kebijakan utang pemerintah seharusnya di rem, meskipun batasan defisit bisa lebih dari 3 persen hingga 2022, sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) 1/2020 tentang kebijakan keuangan negara dan stabilitas keuangan untuk penanganan pandemi Covid-19.
Sebab menurut Tauhid, akan percuma banyak utang sementara serapan anggaran mandek, dan di sisi yang lain pemerintah pun harus membayar utang berjalan beserta bunganya
"Itu kan jadi susah. Serapan anggaran terbatas, masih rendah, tapi sudah diberikan (utang baru). Ini kan dilema kalau mau ditambah," tuturnya.
Oleh karena itu, di tengah lonjakan Covid-19 sekarang ini baiknya pemerintah tidak mengada-ngada mengenai pengelolaan APBN, khususnya soal utang.
Karena, Tauhid memprediksi besaran utang pemerintah hingga akhir tahun 2021 akan meningkat kembali menjadi 42-43 persen dari posisi April 2021 yang sudah sebesar Rp 6.527,29 triliun atau mencapai 41,18 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).
"Karena di tahun 2021 ini kita akan nambah defisit 5,7 persen. Itu hampir kurang lebih (nambah utang) Rp 1.000 triliun. Sehingga sampai akhir tahun 2021 total utang kita besar sekali. Itu bisa sampai Rp 7.000 triliun," beber Tauhid.
"Maka menurut saya, harus ada upaya untuk mengurangi jumlah total utangnya," tandasnya(RMOL)