PDIP Setuju Amandemen Terbatas GBHN, Bukan Masa Jabatan Presiden 3 Periode

PDIP Setuju Amandemen Terbatas GBHN, Bukan Masa Jabatan Presiden 3 Periode

Gelora Media
facebook twitter whatsapp


GELORA.CO - PDIP menolak tegas adanya isu presiden 3 periode. PDIP menilai isu tersebut dipermainkan untuk kepentingan sekelompok orang.

"Gagasan tentang masa jabatan presiden ditambah menjadi 3 periode ini jelas jauh dari pandangan dan sikap politik PDIP. Isu 3 periode ini kalau kita lihat subjeknya bolak-balik beliau sudah mengatakan tidak pernah berpikir bisa menjadi presiden 3 periode," kata Ketua DPP, Ahmad Basarah, dalam diskusi SMRC, Minggu (20/6/2021).

"Beliau ungkapan satire, orang-orang yang memunculkan gagasan 3 periode, mau cari muka, mau nampar muka saya dan ingin menjerumuskan saya, jadi kalau subjeknya saja sudah tidak mau, saya kira sangat tidak elok konstitusi kita dipermainkan hanya kepentingan orang per orang saja," lanjut Basarah.

Selain itu, Wakil Ketua MPR ini mengatakan PDIP juga menolak adanya narasi presiden dipilih MPR. Basarah mengatakan jika ada amandemen, PDIP ingin amandemen terbatas yakni supaya MPR bisa menetapkan garis besar haluan negara (GBHN).

"Sama sekali kita tidak pernah membahas presiden dipilih oleh MPR, sikap PDIP ini adalah amandemen terbatas, artinya tidak mau melebar kemana-mana, hanya menambah satu ayat di pasal 3 UUD 1945 yaitu MPR diberikan wewenang untuk menetapkan haluan dan haluan pembangunan nasional," ujarnya.

Basarah menjelaskan adanya amandemen agar MPR menetapkan GBHN itu guna pembangunan nasional terus berlanjut. Sehingga menurutnya ketika pemimpin berganti program pembangunan nasional tidak berhenti.

"Pembangunan bangsa Indonesia ini seperti tari poco-poco, Pak SBY membangun 10 tahun, tapi kemudian karena sudah habis masa waktunya beliau berhenti digantikan oleh Pak Jokowi, Pak Jokowi punya visi misi sendiri dan punya program sendiri, dan di sini juga akhirnya muncul ego sektoral, dan akhirnya terjadi discontinuitas, karena baik di konstitusi kita maupun di UU RPJMN tidak diatur sanksi apapun," ucapnya.

"Jadi kalau Pak Jokowi mau pindah ibu kota lalu kemudian presiden berikutnya batalin itu tidak ada larangan apa-apa. Nah itulah kemudian muncul gagasan, agar calon presiden, bupati, wali kota, gubernur silakan mengkampanyekan program-programnya tapi dia tidak boleh keluar dari roadmap pembangunan nasional yang sudah disepakati oleh MPR. Sehingga oleh karena itu, yang diatur adalah sifatnya pokok-pokok haluan negara yang sekarang ini sedang dialami oleh badan pengkajian MPR," lanjut Basarah.

Dengan adanya GBHN, Basarah mengatakan tidak ada lagi kekhawatiran terkait ideologi bangsa ketika pergantian presiden.

"Sehingga kita tak perlu khawatir mereka mau bawa kemana negara ini, tapi kalo sekarang mengerikan sekali setiap ganti presiden gubernur bupati wali kota, kita meraba-raba ini apa ideologinya, apa agendanya, bangsa ini mau dibawa kemana, kasihan anak ucu kita nanti. Sehingga oleh karena itu, gagasan pentingnya menghadirkan kembali haluan negara atau pokok haluan negara whatever nanti yang disepakati itu justru agar kita punya kepastian kemana arah bangsa kita ini," tuturnya.(RMOL)
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita