GELORA.CO - Tenaga kesehatan (nakes) merupakan garda terdepan penanganan kasus COVID-19.
Pemerintah pun menjanjikan insentif bagi para nakes yang hingga kini berjuang menangani korban COVID-19 yang makin melonjak
Sayang, insentif tersebut ternyata mandek.
"Banyak keluhan yang belum dibayarkan sejak Januari," ujar Ketua Satgas COVID-19 DPP PPNI Jajat Sudrajat kepada detikcom.
Menurut Jajat keluhan datang antara lain dari nakes di daerah Bengkulu, Kalimantan Tengah dan Sulawesi Tenggara. Beberapa daerah bahkan dilaporkan belum juga menerima insentif sejak Oktober 2020.
Saat ditanya perihal kendala dan hambatan yang terjadi mengenai keterlambatan insentif nakes, Jajat menyebut, dimungkinkan ada kesalahan dari rumah sakit atau Dinas Kesehatan selama proses pengajuan.
"Sepertinya ada kesalahan fasyankes atau Dinkes dalam proses pengajuan," kata Jajat.
Hal serupa juga terjadi di kalangan relawan dokter. Ketua PB Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Daeng M Faqih mengungkapkan, ada banyak relawan dokter mengeluhkan insentif yang tak kunjung cair.
"Sampai sekarang ini ada yang mengeluh belum dibayar. Kami sangat kasihan itu yang relawan, dia sudah meninggalkan pekerjaannya misalnya dia dokter di mana dan pindah untuk jadi relawan penuh kemudian insentifnya tidak dibayar. Kasihan keluarganya yang di belakang ada anak dan istrinya," kata Daeng.
Pihaknya mendesak pemerintah melalui Kementerian Kesehatan (Kemenkes) segera turun tangan merevisi regulasi insentif nakes supaya bisa satu pintu.
"Jadi beragam ini kawan-kawan ada daerah-daerah yang Pemdanya perhatian cepat membayarkan insentif, ada Pemdanya yang kurang perhatian. Jadi ada yang terlambat, atau bahkan belum membayar," ungkapnya.
"Karena beragam, kami berharap itu semuanya ditarik satu pintu melalui Kemenkes. Kami sudah koordinasi juga dengan Kemenkes. Kami berharap satu pintu karena kalo dari Kemenkes lebih cepat dan jelas," sambung Daeng.
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi IX DPR Melki Laka Lena mengatakan, harus ada perbaikan dalam pola pengajuan hingga penyaluran sehingga tidak menghabiskan waktu yang lama.
"Pola pelaporan, verifikasi dan pembayaran harus dibuat lebih simpel dan cepat. Pembayaran langsung dari bendahara negara ke rekening nakes dengan pola yang lebih ringkas," kata Melki.
Kemudian verifikasi BPJS pun perlu dilakukan secara efektif dan efisien. Dia pun menegaskan, harus ada sanksi bagi orang yang memperlambat proses pengajuan insentif nakes dan dokter.
"Harus ada sanksi bagi pihak yang tidak melaporkan data sesuai fakta lapangan atau yang memperlama proses verifikasi dan pembayaran," tutur Melki.(dtk)