GELORA.CO - Otoritas Palestina mengomentari keberadaan pemerintahan baru Israel dengan Naftali Bennett sebagai Perdana Menteri (PM) baru yang menggantikan Benjamin Netanyahu, yang lengser.
Apa komentar Palestina?
Seperti dilansir Reuters dan Associated Press, Senin (14/6/2021), kantor Presiden Palestina, Mahmoud Abbas, tidak memberikan banyak komentar soal pemerintahan baru Israel yang dipimpin Bennett.
"Ini adalah urusan dalam negeri Israel," ucap juru bicara Ambbas, Nabil Abu Rudeineh, dalam pernyataannya menanggapi pemerintahan baru Israel.
Rudeineh menegaskan bahwa posisi Palestina tidak berubah dalam berhadapan dengan Israel, meskipun ada pemerintahan baru.
"Posisi kami selalu jelas, yang kami inginkan adalah sebuah negara Palestina berdasarkan perbatasan tahun 1967 dengan Yerusalem sebagai ibu kotanya," tegasnya.
Koalisi pemerintahan baru Israel diketahui mencakup spektrum partai yang luas, mulai dari nasionalis garis keras hingga pendukung solusi dua negara untuk konflik Israel-Palestina. Beberapa anggota pemerintahan baru Israel menyatakan akan menghindari berurusan dengan isu-isu yang memecah bela untuk sementara.
Diketahui bahwa Bennett yang merupakan PM baru Israel, dikenal sebagai penentang kemerdekaan Palestina dan sangat mendukung permukiman Yahudi di Tepi Barat yang diduduki dan Yerusalem timur, yang dipandang oleh Palestina dan sebagian besar masyarakat internasional sebagai hambatan utama bagi perdamaian.
Barhoum menyebut setiap pemerintahan Israel adalah 'entitas penjajah pemukim yang harus dilawan dengan segala bentuk perlawanan, terutama dengan perlawanan bersenjata'.
Hamas dan Israel terlibat pertempuran berdarah selama 11 hari bulan lalu. Musuh bebuyutan ini sudah berperang total empat kali, sejak Hamas mengambil alih Gaza tahun 2007 dari rivalnya, Otoritas Palestina yang didominasi Fatah.
Meski saling bermusuhan, Hamas dan Israel sudah beberapa kali menggelar pembicaraan tidak langsung yang bertujuan memperkuat gencatan senjata.
Barhoum menyebut setiap pemerintahan Israel adalah 'entitas penjajah pemukim yang harus dilawan dengan segala bentuk perlawanan, terutama dengan perlawanan bersenjata'.
Hamas dan Israel terlibat pertempuran berdarah selama 11 hari bulan lalu. Musuh bebuyutan ini sudah berperang total empat kali, sejak Hamas mengambil alih Gaza tahun 2007 dari rivalnya, Otoritas Palestina yang didominasi Fatah.
Meski saling bermusuhan, Hamas dan Israel sudah beberapa kali menggelar pembicaraan tidak langsung yang bertujuan memperkuat gencatan senjata.
"Perilaku pemerintah ini di lapangan akan menentukan cara dan sifat untuk menghadapinya di lapangan," cetus Barhoum. akan menentukan cara dan sifat untuk menghadapinya di lapangan," cetus Barhoum.(dtk)