Oleh: Hendra J Kede, Wakil Ketua Komisi Informasi Pusat RI
Dalam Rapat Kerja Komisi II DPR RI, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN-RB) Tjahjo Kumolo mengatakan pemerintah akan membubarkan sejumlah lembaga negara atas alasan merampingkan birokrasi.
Lembaga negara yang dimaksud nampaknya lembaga independen yang dibentuk dengan Undang-Undang (UU) dan masuk kelompok Lembaga Negara Non Struktural (LNS).
Menurut Menteri PAN-RB, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) saja punya tiga lembaga yang dibentuk UU, dan ini sedang dikaji untuk dibubarkan.
Sekadar informasi, Indonesia punya banyak LNS yang dibentuk UU, di antaranya: KPK, KPU, Bawaslu, Komisi Informasi, Komisi Penyiaran, Dewan Pers, dan lain sebagainya.
Sepanjang pengetahuan penulis, Kominfo memang memiliki tiga lembaga kuasi independen yang dibentuk melalui UU dan masuk ke dalam kelompok LNS.
Lembaga kuasi independen? Ya, lembaga tersebut memiliki independensi dalam menjalankan tugas pokok dan fungsinya sesuai amanah UU tanpa dapat diintervensi oleh Kementerian Kominfo. Namun demikian, dukungan kesekretariatan, SDM sekretariat, dan dukungan keuangan dilakukan oleh Kementerian Kominfo. Sekretariatnya dipimpin pejabat struktural eselon II yang disebut Sekretaris yang diangkat dan diberhentikan Menteri.
Sementara Komisionernya dipilih melalui proses seleksi terbuka untuk periode jabatan tertentu dan ditetapkan dengan Keputusan Presiden.
Ketiga lembaga kuasi independen Kominfo yang dibentuk UU itu:
1. Dewan Pers yang bertugas untuk menjamin dan mengawal kemerdekaan pers sebagai pilar keempat demokrasi berdasarkan UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers;
2. Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) yang bertugas sebagai pengawas penyiaran Indonesia (televisi maupun radio) yang dibentuk berdasarkan UU Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran;
3. Komisi Informasi yang bertugas memastikan seluruh Badan Publik (pusat dan daerah) dikelola dengan prinsip-prinsip keterbukaan dan memastikan Hak Asasi dan Hak Konstitusional masyarakat atas informasi dipenuhi.
Sebagai informasi tambahan, dua lembaga di antaranya, proses pengisian Komisioner melalui proses fit and proper test di Komisi I DPR RI sebelum ditetapkan dengan Kepres (KI Pusat dan KPI) dan juga ada di tingkat provinsi. Sementara Dewan Pers tanpa melalui uji kelayakan dan kepatutan di DPR dan juga tidak ada di tingkat provinsi.
Penulis tidak tahu, mana di antara ketiga lembaga di atas yang sedang disasar untuk dibubarkan oleh Menteri PAN-RB: Semuanya, salah satu di antaranya, atau salah dua di antaranya.
Atau ada lembaga lain di lingkungan Kementerian Kominfo yang dibentuk UU selain ketiga lembaga di atas yang menjadi sasaran pembubaran Menteri PAN-RB yang penulis tidak ketahui? Kalau memang ada, maafkanlah penulis yang kurang pengetahuan ini dan sudah berpikir yang bukan-bukan.
Namun ada tiga pertanyaan dalam diri penulis jika memang sasarannya adalah lembaga yang penulis jelaskan di atas.
Pertama
Apakah demi perampingan birokrasi harus dengan mengorbankan kemerdekaan pers yang merupakan amanah reformasi? Apakah demi menghemat anggaran sekitar Rp 45 miliar yang merupakan kisaran anggaran Dewan Pers harus dengan mengorbankan kemerdekaan pers Indonesia yang diraih dengan susah payah bermandi darah dan keringat pejuang-pejuang reformasi?
Kalau dikatakan pembubaran Dewan Pers tidak akan mengganggu kemerdekaan pers, lantas bagaimana bentuknya? Apakah bentuknya seperti Dewan Pers masa Kementerian Penerangan di mana Ketua Dewan Pers dijabat langsung oleh Menteri?
Kedua
Apakah demi perampingan demokrasi harus dengan membubarkan Komisi Penyiaran? Lantas bagaimana pengawasan terhadap isi penyiaran yang tiap waktu seolah makin jauh saja dari nilai-nilai Pancasila, nilai-nilai luhur bangsa Indonesia?
Seperti, kasus terakhir yang sangat heboh, sinetron dengan pemeran anak perempuan umur 15 tahun sebagai istri ketiga yang begitu mengkhawatirkan publik. Siapa yang akan mengawasi keliaran industri penyiaran Indonesia yang sangat komersil tersebut?
Apakah demi penghematan anggaran negara sekitar Rp 66 miliar yang merupakan kisaran anggaran Komisi Penyiaran akan mengorbankan pengawasan terhadap isi siaran televisi dan radio yang demikian besar pengaruhnya pada jati diri dan kepribadian bangsa tersebut?
Kalau tidak demikian maksudnya, bagaimana model pengawasan penyiaran Indonesia pasca Komisi Penyiaran Indonesia dibubarkan? Diserahkan ke lembaga non independen?
Ketiga
Apakah demi perampingan birokrasi harus dengan mengorbankan Hak Asasi dan Hak Konstitusional seluruh warga negara Indonesia atas informasi yang merupakan amanah langsung Amandemen II yang melahirkan Pasal 28F UUD NRI 1945?
Bukankah hak atas akses informasi merupakan pintu gerbang utama membangun pemerataan kesejahteraan masyarakat indonesia?
Bukankah ketertutupan informasi merupakan awal dari ketidakadilan kesejahteraan ekonomi, kesejahteraan lahir dan batin sekitar 270 juta rakyat Indonesia.
Bukankah ketertutupan informasi merupakan awal dari merajalelanya Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme? Bukankah praktik KKN ekonomi dan sumber-sumber kekayaan tersebut diawali dengan KKN informasi yang melingkupinya?
Apakah semua itu akan dikorbankan atas nama perampingan birokrasi? Dan demi menghemat anggaran negara Rp 38 miliar yang merupakan kisaran anggaran Komisi Informasi Pusat?
Atau, sekali lagi, seperti harapan penulis, bahwa penulis salah memahami pernyataan Menteri PAN-RB. Bukan ketiga lembaga kuasi Kementerian Kominfo yang dibentuk berdasar tiga UU berbeda tersebut yang dimaksud Menteri PAN-RB yang menjadi sasaran pembubaran.
Kalau demikian, sekali lagi, mohon maaf sebesar-besarnya atas kekurangan wawasan penulis sehingga tidak tahu ada lembaga yang terkait Kementerian Kominfo yang dibentuk oleh UU lain, mungkin Menteri PAN-RB bisa menjelaskannya.
Bagi penulis, kemerdekaan pers, pengawasan penyiaran, dan hak masyarakat atas informasi merupakan sesuatu yang tidak dapat dikompromikan, harus dijaga dengan bak mutiara langka yang sudah ada di atas rumah kita bernama rumah Indonesia. Sehingga dan oleh karena itu sudah seharusnya dikawal oleh sebuah lembaga independen agar terlepas dari segala kepentingan masyarakat itu sendiri.
Atau mungkin yang dimaksud Menteri PAN-RB, Pak Tjahjo Kumolo, bukan pembubaran, namun pengintegrasian? Kalau pengintegrasian, hampir pasti penulis sepakat dan sangat mendukung.
Atau ada pandangan lain? Penulis terbuka dan siap untuk diskusi konstruktif. ***