GELORA.CO - Mantan pimpinan DPR, Fahri Hamzah, mempertanyakan para pegawai KPK yang tak lulus tes wawasan kebangsaan (TWK) sebagai proses seleksi alih status menjadi ASN. Pernyataan itu menjadi serangan balik bagi Fahri.
Kasatgas penyelidik KPK, Harun Al-Rasyid menilai Fahri tidak tahu banyak apa yang terjadi di dalam KPK. Harun mengatakan pihaknya sudah teriak sejak Perkom No. 1 tahun 2021 disahkan.
"Waktu Perkom No 1/2021 disahkan itu kami sudah teriak. FH itu tahu apa? Tahunya kan cuman ngomong doang dan ndak pernah dapet informasi yang utuh yang dia terima," kata Harun kepada wartawan, Sabtu (12/6/2021) malam.
Harun mengatakan Fahri Hamzah tak suka dengan KPK sejak kasus Rokhmin Dahuri (Menteri KP Kabinet Gotong Royong periode 2001-2004). Padahal, kata Harun, KPK tidak pernah menyerang individu ataupun kelompok.
"Sejak kasus Rokhmin, dia itu kan staf pribadinya nah dia mulai terancam di sana, terus dia masuk PKS, LHI (Luthfi Hasan Ishaaq) kena, itu kan kita nggak menyerang mematikan partai, tapi kita kelakuan orangnya, akhirnya Fahri itu kan dikeluarkan sama PKS, itu kelakuannya dia," ujarnya.
"Memang sejak awal dia benci mati gara-gara kasusnya Rokhmin, dulu Fahri belum apa-apa sudah kita mintai keterangan, masih culun dulu dia, belum bisa ngomong apa-apa, itu bukan kasus yang aku tanganin, tapi saya sudah di KPK," lanjut Harun.
Harun lantas menyinggung soal kasus ekspor benur yang menjerat eks Menteri Kelautan dan Perikanan, Edhy Prabowo. Harun menganggap Fahri terlibat konflik kepentingan.
"Yang kedua kasus benur itu Fahri itu terkait itu. Itu kan masih satu perusahaan yang kita tangani, nanti kan ada 40 perusahaan itu, Fahri itu punya perusahaan ekspor benur. Takut dia itu sebenarnya itu ketar-ketirlah. Dia itu sarat kepentingan," ujar Harun yang dikenal 'Raja Operasi Tangkap Tangan (OTT)' di KPK ini.
Giri menyinggung Fahri dengan pengesahan revisi UU KPK yang banyak dikritik aktivis antikorupsi.
"Fahri Hamzah memang dari dulu mengkritik KPK, dan memimpin sidang revisi UU KPK. Jadi tidak heran pendapatnya demikian, biasa saja. Sayangnya data dan informasi yang dimiliki banyak salahnya," ujar Giri.
Giri mengungkap pegawai KPK tak protes soal TWK karena berdasarkan informasi pimpinan KPK tes itu bukan seleksi, tapi hanya untuk asesmen.
"Publik mesti memahami bahwa pegawai KPK tidak protes adanya TWK di saat pelaksanaan karena ketua KPK dan pimpinan KPK mengatakan kepada pegawai bahwa TWK bukan alat tes seleksi tetapi sebagai asesmen untuk mengetahui peta kebangsaan pegawai," ujarnya.
"Namun, faktanya justru digunakan untuk seleksi dan menyingkirkan pegawai pegawai terbaik KPK selama ini," lanjut Giri.
Giri mengatakan apa yang diungkap pimpinan KPK saat ini tak bisa lagi dipercaya. Dia menilai pimpinan KPK tidak berintegritas.
"Kata kata pimpinan KPK tidak bisa dipercaya lagi, tidak berintegritas. Integritas itu kesatuan kata dan tindakan. Tidak ada kehormatan bagi orang yang tidak bisa dipercaya. Integritas dan reputasi akan dibawa seumur hidup, kekuasaan hanya sementara," tuturnya.
Sebelumnya, Fahri Hamzah mengkritik 75 pegawai KPK yang tidak lolos TWK sebagai alih status ke AS). Fahri mempertanyakan mengapa keributan baru terjadi setelah mereka dinyatakan tidak lolos.
"Soal tes, kenapa waktu tes lu nggak marah, waktu nggak lulus baru marah, kan nggak fair dong. Lu kalau mau marah pas lagi tes. Bilang dong ini soalnya nggak fair. Anak SD juga nggak boleh begitu," kata Fahri, Jumat (11/6).
Fahri menilai polemik TWK sudah seharusnya diakhiri. Alih status pegawai KPK sebagai ASN, sebut Fahri, sudah dilakukan pula oleh lembaga penegak hukum lain.
"Sudahlah, kalau menurut saya ini adalah fase akhir, jadi biarin saja ini akan berlalu karena negara harus terkonsolidasi. Kalau nggak mau ada ASN terus mau gimana? Hakim, DPR, polisi, jaksa semua ASN, masa ada lembaga sendiri yang nggak boleh pakai ASN. (Ada yang sebut) oh itu supaya independen, kalau gitu semua bikin independen aja, polisi, jaksa, BIN, bikin sendiri, apa nggak kacau republik," ucapnya.(dtk)