GELORA.CO - Seorang mantan tahanan Inggris menceritakan bagaimana dia selamat dari penjara ‘neraka’ Thailand. Dia mengaku menyaksikan pembunuhan dan pemerkosaan di depan matanya hingga ttidur di samping mayat di selnya.
Billy Moore menghabiskan tiga tahun dan delapan bulan dikurung di dua penjara paling terkenal di Thailand setelah dia tertangkap sedang menangani barang curian.
Ini memulai pengalaman traumatis yang nantinya akan dibuat menjadi film Hollywood.
Billy mengatakan menghabiskan malam pertamanya di Penjara Pusat Chiang Mai tidur di samping mayat, tetapi ketika dia dipindahkan ke Penjara Pusat Klong Prem yang terkenal di Bangkok, dia mengklaim itu membuat penjara Chiang Mai terlihat seperti "taman kanak-kanak".
"Itu mengerikan. Anda akan melihat anggota geng saling membunuh di depan mata Anda,” ujarnya.
"Itu adalah perjuangan untuk mengawasi dan tidak mengintervensi, karena Anda tahu jika Anda mencoba melakukan sesuatu, mereka tidak akan ragu untuk mengambil nyawa Anda juga,” terangnya.
"Itu selalu tampak seperti pertengkaran kecil, pertengkaran tentang obat-obatan dan telepon dan hal-hal seperti itu, tetapi itu akan berakhir dengan seseorang ditikam 50 kali,” lanjutnya.
"Itu terjadi dalam gerakan lambat. Itu tidak dilakukan dalam hiruk-pikuk, itu dihitung dan terkesan dingin,” terangnya.
"Untuk bertahan hidup, saya hanya harus tetap bernapas. Saya menggunakan pengalaman saya di penjara di Inggris dan mencoba menggunakan selera humor saya untuk melewatinya,” ungkapnya.
Billy, yang berasal dari Liverpool dan telah merilis sebuah buku baru berjudul ‘Fighting for my Life’, berakhir di Thailand pada 2005 ketika dia mulai mengajar bahasa Inggris, sebelum masuk ke tinju Muay Thai.
Mantan tahanan menganggap ini sebagai awal dari spiral yang pada akhirnya akan berakhir dengan dikurung di luar negeri setelah dia terlibat dengan dunia ‘bawah tanah’ Thailand.
Selama berada di penjara, dia terlibat dalam penyalahgunaan narkoba, menggunakan heroin untuk membantunya mengatasi kengerian yang dia saksikan serta rasa sakit akibat operasi perut yang gagal setelah kecelakaan sepeda motor yang dideritanya sesaat sebelum dipenjara.
Tapi Billy memuji tinju Muay Thai sebagai penyelamat hidupnya di penjara. Dia adalah target yang jelas sebagai orang Barat di penjara Thailand.
Penjaga menyarankan dia harus bertarung di atas ring atau dia akan mati jika dia terus membiarkan dirinya menjadi target kekerasan geng.
Dia mengatakan tinju "membantu saya melarikan diri dari hari-hari".
"Orang-orang ditebas di penjara-penjara di negara ini, tetapi di sana orang-orang akan ditikam sampai mati dan kemudian dibiarkan begitu saja - sebelum tubuh mereka diangkut dengan gerobak dorong,” terangnya saat menggambarkan perbedaan antara penjara di Inggris dan di Thailand.
"Itu hanya pembantaian. Orang-orang menyerang individu seperti sekawanan anjing - tidak pernah satu lawan satu,” ujarnya.
"Ada dua penjaga untuk setiap 1.000 narapidana,” lanjutnya.
"Ada juga yang disebut 'baju biru', yang merupakan penjaga penjara tidak resmi tetapi sebenarnya adalah narapidana. Mereka berjalan-jalan dengan gantungan kunci dan senjata seolah-olah mereka pemilik tempat itu,” tambahnya.
Dia dibebaskan dari penjara di Bangkok untuk menjalani sisa hukumannya di HMP Wandsworth di London, dan pada malam pertamanya di sana dia tidur di lantai karena merasa sangat asing baginya tidur di ranjang.
Meskipun menggambarkan penjara Thailand sebagai "tempat yang nyata, seperti masyarakat Thailand sendiri – namun penjara ini adalah campuran aneh dari kebrutalan biasa dan ketidakpedulian terhadap penderitaan manusia. Kendati demikian, dia akan kembali ke Thailand jika dia diizinkan.
Billy menulis buku berjudul ‘A Prayer Before Dawn’, yang kemudian dibuat menjadi film Hollywood yang dibintangi aktor Peaky Blinders Joe Cole sebagai Billy.
Billy harus melewatkan rilis film karena dia kembali ke penjara. Namun saat ini Billy sudah keluar dari penjara dan berharap tidak akan pernah melihat bagian dalam sel lagi.
Dia memutuskan untuk menulis ‘A Prayer Before Dawn’ karena dia "tidak percaya dengan apa yang saya saksikan".
"Saya memutuskan untuk menulisnya ketika saya berada di penjara di Bangkok," katanya.
"Saya tidak percaya apa yang saya saksikan: pembunuhan, pemerkosaan, korupsi, dan degradasi yang tidak manusiawi,” ujarnya.
"Anda bahkan tidak dapat menemukan atau membayangkan hal-hal yang saya lihat, dan saya hanya merasa sangat penting untuk menuliskan pengalaman saya pada catatan yang segera berkembang menjadi sebuah buku,” terangnya. (*)