GELORA.CO - Saksi mengungkap istilah 'Gedung Putih'dalam lanjutan sidang korupsi gratifikasi proyek pembangunan infrastruktur dengan terdakwa yang penyuap Gubernur Sulawesi Selatan Nurdin Abdullah, Agung Sucipto, Kamis (10/6).
Dalam sidang di Pengadilan Tipikor Makassar tersebut, saksi Raymond Halim, yang merupakan direktur di salah satu perusahaan Agung Sucipto itu tidak menjelaskan secara detail kepada Jaksa Penuntut Umum (JPU) terkait istilah Gedung Putih yang terdapat pada isi pesan WhatsApp miliknya kepada terdakwa untuk pemberian fee 5 persen.
Raymond pun mengelak mengonfirmasi dirinya adalah salah satu direktur di perusahaan milik Agung Sucipto. Ia mengaku hanya sebagai pegawai yang beberapa kali diminta terdakwa untuk mencatat sejumlah instruksinya, termasuk perihal fee 5 persen kepada seseorang dengan sebutan nama 'Gedung Putih'.
Diketahui, Gedung Putih atau White House merupakan istana kepresidenan Amerika Serikat.
Dalam sidang itu jaksa terus berupaya menggali keterangan Raymond soal Gedung Putih. Namun, saksi enggan berterus terang terkait istilah tersebut.
"Saya tidak tahu [Gedung Putih merujuk ke siapa]. Saya hanya diminta untuk mencatat. Pak Agung sering minta saya mencatat agar nantinya bisa diingatkan," kata Raymond.
Sikap saksi pun membuat Ketua majelis hakim Tipikor, Ibrahim Palino angkat suara dan menyuruh saksi agar berkata jujur dalam persidangan.
"Kamu ini direktur perusahaan. Masa kamu mencatat itu dan tidak tahu siapa itu yang dimaksud Gedung Putih. Kamu ini jangan bohong, saya minta saksi untuk jujur," tegas ketua majelis hakim.
Sementara, JPU KPK Ronald Worotikan yang ditemui saat sidang diskors menuturkan Agung mungkin pada dasarnya tahu siapa atau apa yang dimaksud dengan istilah 'Gedung Putih' tersebut.
"Saya yakin saksi tahu apa yang dimaksud (Gedung Putih). Tapi kalau saksi mengatakan tidak tahu. Kita juga tidak bisa memaksakan. Yang jelas nanti kita akan tunjukkan bukti," jelasnya.
Dalam sidang yang sama, Nurdin Abdullah yang kini berstatus Gubernur nonaktif Sulsel pun dihadirkan sebagai saksi. Dalam kesaksiannya Nurdin mengaku menerima uang sebesar Sin$150 ribu dari Direktur PT Agung Perdana Bulukumba Agung Sucipto. Uang itu digunakan untuk mendanai saksi di Pilbup Bulukumba 2020, guna paslon Tomy Satria Yulianto-Makkasau.
"Agung datang ke rumah membawa uang dolar Singapura sebanyak 150 ribu dollar atau dirupiahkan sampai 500 juta (rupiah)," kata Nurdin yang bersaksi secara daring dari Rutan KPK, Jakarta.
Jika dirupiahkan dengan kurs Rp10.760 per 9 Juni, nilai uang itu sekitar Rp1,6 miliar. Nurdin mengaku menerima uang tersebut pada 2019 lalu.
Nurdin menyebut Agung beberapa kali datang ke rumah dinasnya sejak 2019. Dalam pertemuan itu, Politikus PDIP tersebut mengaku kerap membahas perkembangan pembangunan Sulsel dan masalah politik.
"Uang itu untuk keperluan Pilkada membayar saksi partai. Untuk Pilkada Bulukumba tahun 2020, kami terima. Digunakan untuk membantu calon kita ada di Bulukumba pasangan Tomy dan Makkasau," kata Nurdin.
Pasangan Tomy dan Makkasau diketahui diusung PDIP, PKB, dan PBB. Namun, pasangan tersebut kalah dalam Pilkada Bulukumba 2020. []