GELORA.CO - Lagi-lagi Pemkot Solo keok menghadapi ahli waris Wiryodiningrat dalam upaya mempertahankan lahan Sriwedari.
Setidaknya, Pemkot sudah merasakan kekalahan sebanyak 15 kali kala berusaha mempertahankan aset tanah seluas 10 hektare tersebut.
Kekalahan terakhir terjadi pada Rabu (9/6) melalui putusan persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Solo. Dalam persidangan tersebut hakim memutuskan bahwa gugatan yang diajukan oleh Pemkot Solo tidak bisa diterima.
Sebagai pertimbangannya adalah karena dua dari 11 ahli waris yang digugat sudah meninggal dunia. Meski begitu, Pemkot Solo mengaku belum akan menyerah.
"Kita tetap banding, masih ada kemungkinan. Ini demi mempertahankan Sriwedari untuk masyarakat," kata kuasa hukum Pemkot Solo, Wahyu Winarto, saat ditemui wartawan usai persidangan, Rabu (9/6/2021).
Meskipun sudah kalah, Wahyu mengatakan Pemkot Solo masih punya peluang untuk mempertahankan aset Sriwedari terutama untuk dua objek lahan HP 26 dan HP 46.
"Jadi dalam perdata soal kalah menang biasa, ini baru proses. Kalau perdata ini tidak diterima, beda kalau ditolak. Kalau tidak diterima itu posisinya masih 50-50, bisa banding, bisa kasasi," ujarnya.
Diwawancara terpisah, kuasa hukum ahli waris Wiryodiningrat, Anwar Rachman, mengatakan hasil sidang tersebut menjadi kekalahan Pemkot melawan ahli waris untuk yang ke-15 kalinya.
"Artinya kita sudah diuji sedemikian rupa, baik formil maupun materil dan ternyata pengadilan mengalahkan lagi Pemkot, kekalahan yang ke-15, satupun tidak pernah menang," ujar Anwar.
Eksekusi lahan Sriwedari seluas 10 hektare
Terkait dengan eksekusi lahan Sriwedari, Anwar mengatakan, segera dilakukan setelah pandemi rampung.
"Begitu pandemi COVID-19 selesai langsung dieksekusi. Kemarin berhenti (eksekusi) bukan karena gugatan tetap jalan terus, karena tidak menghentikan eksekusi," katanya.
Mengenai aset-aset yang ada di dalamnya, Anwar menambahkan, semuanya menjadi milik ahli waris. Termasuk masjid Sriwedari, stadion R Maladi, museum keris, museum Radya Pustaka dan bangunan lain yang ada di dalamnya.
Anwar menjelaskan keputusan tersebut merupakan perintah dari pengadilan. Bahwa lahan dengan batas-batas yang sudah ditentukan termasuk aset bangunan diserahkan kepada ahli waris.
"Bila perlu dengan bantuan alat negara, tidak ada perintah pembongkaran. Jadi itu harus diserahkan, dibersihkan dari penghuni maupun barang-barang penghuni," ucap Anwar.
Anwar meminta Pemkot Solo untuk mematuhi aturan hukum yang ada. Dengan mengikuti aturan tersebut menurutnya, Pemkot Solo juga akan memberikan contoh yang baik bagi masyarakat.
"Kita mohon, sudahlah, kita berikan contoh kepada masyarakat, kalau pejabat itu taat pada hukum taat pada aturan. Jangan hanya rakyat yang taat hukum," tandasnya.
Gibran dapat masukan dari Jokowi dan FX Rudy
Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka mengaku telah mendapatkan masukan dari Wali Kota terdahulu yakni Joko Widodo (Jokowi) dan FX Hadi Rudyatmo terkait langkah selanjutnya untuk memperjuangkan Sriwedari.
"Dapat masukan-masukan dari wali kota sebelumnya. Bapak (Jokowi) udah kemarin, Pak Rudy sudah. Terutama Pak Rudy, tadi masukannya banyak banget," kata Gibran di sela kegiatannya, Jumat (11/6).
Menurutnya, saran dari para kepala daerah terdahulu penting dia dengarkan. Sebab perjuangan mempertahankan Sriwedari sudah dilakukan sejak lama.
"Kan yang berjuang bukan hanya saya, dari zaman Pak Rudy, dari zamannya bapak (Jokowi), semua berjuang," ujar dia.
Namun Gibran enggan membeberkan masukan apa saja yang dia terima dari Rudy maupun Jokowi. Dia hanya menjelaskan masukan itu untuk memperkuat langkah Pemkot Solo untuk mempertahankan Sriwedari untuk warga Solo.
"Rahasia dulu, nanti-nanti. Pokoknya kita kawal, kita perjuangkan. Intinya untuk penguatan ke depannya," ungkap dia.
Untuk diketahui, Pemkot Solo masih berupaya untuk mempertahan aset Sriwedari meskipun peninjauan kembali sudah memenangkan ahli waris. Dua lahan yang diprioritaskan Pemkot agar bisa diselamatkan dari eksekusi yakni HP 26 dan HP 46.
HP 26 merupakan lahan bekas Rumah Sakit Jiwa Mangunjayan, yang sebelumnya merupakan lahan HP 8 yakni milik Kementerian Kesehatan yang sudah ditukar guling.
Kemudian HP 46 sebelumnya merupakan lahan HGB 73 atas nama Bank Pasar. Meski saat ini Bank Pasar sudah tidak ada, tetapi HGB itu masih tetap atas nama Perusda tersebut.(dtk)