GELORA.CO - Kejadian pedagang 'nuthuk' harga di Yogya menjadi pelajaran berarti. Wali kota Gibran Rakabuming Raka mengancam menutup warung di Solo yang ketahuan 'ngepruk' harga.
Gibran tidak ingin kejadian tersebut juga terjadi di Kota Solo. Untuk itu, dirinya berjanji akan menjatuhkan sanksi tegas bagi pedagang yang memberikan harga tidak sesuai dengan yang seharusnya.
'Ngepruk' adalah istilah yang dipakai orang Solo untuk menyebut warung menaikkan harga ugal-ugalan atau menyimpang dari kewajaran. 'Ngepruk' artinya menghantam keras. Orang di Yogya lebih suka menggunakan kata 'nuthuk' yang memiliki konotasi makna serupa.
Gibran menyatakan begitu ada yang komplain maka warung tersebut akan langsung ditutup.
"Kalau ada yang menyimpang (ngepruk harga) langsung ada penindakan, langsung ditutup saja kalau ada yang komplain-komplain," tegas Gibran kepada wartawan di Solo, Rabu (2/6).
Untuk mencegah ada pedagang ngepruk harga, Gibran mewajibkan agar seluruh pedagang memasang daftar harga pada setiap menu yang dijualnya. Daftar menu dan harga juga harus jelas dan rinci, pembeli bisa mengetahui total harga yang harus dibayarnya.
"Biar tidak terjadi seperti di tempat-tempat lain pricelist, buku menu harus jelas itu saja," tutur Gibran.
Gibran juga meminta kepada setiap pembeli atau masyarakat untuk langsung lapor padanya jika menemukan praktik warung ngepruk di Solo, sehingga bisa segera ditertibkan. "Silakan saja kalau ada yang mengeluh (soal harga ngepruk) disampaikan," ucapnya.
Boleh mahal, asal...
Kepala Bidang Destinasi dan Industri Wisata Dinas Pariwisata Solo, Tuti Orbawati, mengatakan sebetulnya tidak ada standar tertentu untuk mengukur tingkat kemahalan. Dia pun menyebut tidak akan membatasi harga makanan dengan batas atas maupun bawah.
"Sebetulnya tidak ada standar ya. Terserah rumah makan kalau mau menjual dengan harga tinggi. Boleh saja kan kalau membuat target market kalangan atas," kata Orba, saat dihubungi detikcom, Kamis (3/6).
Misalnya saja warung atau rumah makan nasi liwet di Keprabon, Solo. Harga satu porsi lengkap nasi liwet mencapai Rp 30 ribuan.
Jika dibandingkan warung nasi liwet 'pinggiran' di Solo, harganya tentu bisa tiga kali lipat, bahkan lebih. Orba menilai hal tersebut bukanlah masalah, selama warung memampang harga makanan dengan jelas.
"Bahkan kalau harganya Rp 60 ribu pun tidak masalah, asalkan ada daftar menu dan harganya. Misal nasi liwet Rp 60 ribu itu komplet pakai ayam, suwiran, telur dan lain-lain," ujar dia.
Dia hanya mengingatkan kepada rumah makan agar tidak menipu pengunjung. Sejak sekitar lima tahun lalu, kata dia, tempat kuliner sudah diwajibkan menggunakan daftar harga.
"Intinya sebenarnya agar pengunjung tidak merasa tertipu. Setelah selesai makan ternyata harganya tidak sesuai. Makanya kita wajibkan harus ada daftar harga," ucapnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Perdagangan Solo Heru Sunardi yang khusus mengelola pedagang kaki lima (PKL) juga menegaskan telah membina pedagang untuk memasang daftar harga. Dia pun menyiapkan sanksi jika ada pedagang yang melanggar aturan itu.
"Kalau kami hanya membina PKL. Kita akan beri sanksi sesuai dengan bobotnya, bobot yang terberat bisa tidak boleh berjualan, ditutup," katanya.
Jukir Nakal
Selain pedagang yang suka ngepruk harga, Gibran juga akan menindak para juru parkir (jukir) yang mematok tarif parkir tidak sewajarnya. Jika memang terbukti melanggar aturan maka akan diberikan sanksi tegas.
Gibran bahkan menyebut ada banyak jukir nakal yang ada di wilayah Solo. Dirinya tidak ingin ada kejadian jukir pasang tarif nuthuk seperti di daerah lainnya. "Tempat parkir ini baru kita kaji juga (penindakannya). Banyak sekali yang nakal soalnya," ujarnya, Rabu (2/6).
Hanya saja, Gibran tidak menyebut di lokasi mana saja para jukir yang menerapkan tarif tidak sesuai tersebut.
Berkaca dari kejadian di beberapa daerah yang viral dan mendapat perhatian, orang nomor satu di Kota Solo itu tidak mau kejadian serupa juga terjadi di Solo.
"Kalau ada keluhan disampaikan saja," ungkapnya.(dtk)