GELORA.CO - Habib Rizieq Shihab mengaku pernah bertemu dengan mantan Kapolri Jenderal Tito Karnavian dan Kepala Badan Intelijen Negara (BIN), Budi Gunawan di Arab Saudi. Jaksa menilai pengakuan Habib Rizieq itu hanya mencari panggung.
"Jaksa menyatakan bahwa cerita-cerita yang disampaikan terdakwa tersebut, jaksa menilai tak ada relevansinya. Cerita terdakwa seakan-akan mencari panggung untuk menyalahkan pihak lain dan membenarkan secara sepihak yang dilakukan oleh terdakwa," ujar jaksa di ruang sidang PN Jakarta Timur, Senin (14/6/2021).
Selain itu, Habib Rizieq juga menyebut sejumlah nama lain dalam pleidoinya. Jaksa menilai hal itu tidak ada hubungannya dengan perkara yang sedang dihadapi Habib Rizieq.
"Dalam pleidoi terdakwa menyampaikan cerita-cerita yang tidak ada kaitannya dengan fakta hukum, dengan menyebut beberapa nama ada Budi Gunawan, eks Menko Polhukam RI Wiranto, Kiai Maruf Amin yang kini jadi Wapres RI atau Jendral Tito karnavian, pasukan khusus TNI yang semua nggak ada hubungannya dengan fakta-fakta persidangan dengan perkara aquo," katanya.
Sebelumnya, Habib Rizieq Shihab dalam pleidoinya, mengaku pernah bertemu dengan Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Budi Gunawan dan Jenderal Tito Karnavian--saat itu menjabat Kapolri--di Arab Saudi. Apa isi pertemuannya?
Rizieq mulanya menyampaikan pertemuan itu bermula saat pada akhir Mei 2017, Menko Polhukam RI saat itu, Jenderal TNI (Pur) Wiranto, meneleponnya dan mengajaknya untuk berdialog dan rekonsiliasi. Kala itu, dia pun menyambut baik ajakan itu.
Pada Juni 2017, Rizieq pun bertemu dengan Budi Gunawan (BG) di salah satu Hotel Berbintang Lima di Kota Jeddah, Arab Saudi. Rizieq mengatakan hasil pertemuan dengan Budi Gunawan saat itu sangat bagus.
Isi Pertemuan dengan BG
Ada kesepakatan tertulis yang dihasilkan dari pertemuan itu. Kesepakatan tertulis itu ditanda-tangani oleh Rizieq dan Komandan Operasional BIN Mayjen TNI (Pur) Agus Soeharto di hadapan Budi Gunawan. Surat itu, kata Rizieq, kemudian dibawa ke Jakarta dan dipersaksikan serta ditandatangani juga oleh Wakil Presiden Ma'ruf Amin yang saat itu menjabat Ketua Umum MUI Pusat.
"Di antara isi kesepakatan tersebut adalah 'Stop semua kasus hukum saya dkk' sehingga tidak ada lagi Fitnah Kriminalisasi, dan sepakat mengedepankan dialog dari pada Pengerahan Massa, serta siap mendukung semua kebijakan Pemerintahan Jokowi selama tidak bertentangan dengan Ajaran Agama Islam dan Konstitusi Negara Indonesia," ungkap Rizieq saat membacakan pleidoinya, di PN Jakarta Timur, Kamis (10/6/2021).
Isi Pertemuan dengan Tito
Rizieq kemudian mengungkap isi pertemuan dan dialog dengan Tito. Pertemuan dan dialog dengan Tito itu dilakukannya 2 kali, pada 2018 dan 2019, di salah satu Hotel Berbintang Lima di dekat Masjidil Haram, Mekah, Arab Saudi.
Dalam pertemuan itu, Rizieq menyatakan siap tidak terlibat sama sekali dengan urusan politik praktis terkait Pilpres 2019 dengan tiga syarat. Berikut ini syaratnya:
1. Stop Penodaan Agama
Artinya siapa pun yang menista / menodai agama apa pun harus diproses hukum sesuai amanat UU Anti Penodaan Agama yang tertuang dalam Perpres No 1 Tahun 1965 dan KUHP Pasal 156a. Sebagaimana Ahok Si Penista A-Qur'an diproses, maka selain Ahok seperti Abu Janda, Ade Armando, Denny Siregar, dan semua gerombolan mereka yang sering menodai Agama dan menista Ulama juga harus diproses hukum, sesuai dengan Prinsip Equality Before The Law sebagaimana dimanatkan UUD 1945.
2. Stop Kebangkitan PKI
Artinya sesuai Amanat TAP MPRS RI No XXV Tahun 1966 tentang Pembubaran dan Pelarangan PKI sekaligus Pelarangan Penggunaan Atribut PKI dan Pelarangan Penyebaran Paham Komunisme dan Marxisme serta Lininisme, yang Sanksi Hukum Pidananya sudah tertuang dalam UU No 27 Tahun 1999 ttg Perubahan KUHP yang berkaitan dengan kejahatan terhadap Keamanan Negara yaitu : KUHP Pasal 107 huruf a, c, d dan e, yang kesemuanya khusus terkait kejahatan penyebaran paham Komunisme dan Marxisme serta Leninisme.
3. Stop Penjualan Aset Negara ke Asing mau pun Aseng
Artinya semua Aset dan Kekayaan Negara sebesar-besarnya digunakan untuk kesejahteraan Rakyat dan Bangsa Indonesia, lalu khusus Pribumi Indonesia perlu diberi kesempatan bersaing yang sehat dengan Asing mau pun Aseng agar bisa jadi Tuan di Negeri sendiri dengan tanpa bermaksud diskriminasi.
"Namun sayang, sejuta sayang, Dialog dan Kesepakatan yang sudah sangat bagus dengan Menko Polhukam RI dan Kepala BIN serta Kapolri saat itu, akhirnya semua kandas akibat adanya operasi intelijen hitam berskala besar yang berhasil mempengaruhi Pemerintah Saudi, sehingga saya dicekal/diasingkan dan tidak bisa pulang ke Indonesia," tutur Rizieq.
"Saya tidak tahu apakah Menko Polhukam RI Wiranto dan Kepala BIN Budi Gunawan serta Kapolri Tito Karnavian yang mengkhianati dialog dan kesepakatan, serta mereka terlibat dalam operasi intelijen hitam berskala besar tersebut, atau memang di sana ada pihak lain yang memiliki kekuatan besar yang melakukan operasi rahasia untuk melayani oligarki anti-Tuhan yang bersembunyi di balik instrumen kekuasaan. Wallahualam," lanjutnya. []