GELORA.CO - Polisi menangkap N (40), pemalsu surat bebas COVID-19 di Bandara Sultan Syarif Kasim (SSK) II Pekanbaru, Riau.
Pria yang sehari-hari sebagai calo tiket di bandara itu ditangkap usai menjual 1.252 surat bebas COVID palsu.
N ditangkap Rabu (2/6) kemarin. Saat itu, Satreskrim Polresta Pekanbaru menerima laporan bahwa ada penumpang membawa surat bebas COVID-19 yang mencurigakan.
Dari laporan itu, polisi bergerak cepat dan mengamankan pelaku. Usut punya usut, pelaku merupakan calo tiket pesawat di Bandara Sultan Syarif Kasim II Pekanbaru.
"N bekerja sebagai calo tiket di bandara dan tidak ada keterlibatan pihak rumah sakit (RS). Sebab, kasus ini terungkap berkat kerja sama RS," tegas Kapolda Riau, Irjen Agung Setya, kepada wartawan di Pekanbaru, Kamis (3/6/2021).
Agung mengatakan kecurigaan petugas bermula dari tidak adanya barcode pada surat hasil swab antigen tersebut. Sebab, selama ini pada hasil tes antigen pihak RS selalu ada barcode di surat keterangannya.
"Jadi setiap surat yang keluar itu pakai barcode, kalau tidak ada barcode adalah palsu. Kita sedang dalami (siapa pemesan dan bagaimana), tapi biasanya mereka sampai bandara, tidak ada tiket dan mereka jadikan sasaran," kata Agung.
Pemalsuan Berjalan 3 Bulan
Agung tak merincikan berapa keuntungan pelaku menjual ribuan surat bebas COVID-19. Namun untuk harga satu surat mulai Rp 50 ribu hingga Rp 200 ribu.
"Selama 3 bulan meraup keuntungan dari 1.252 itu (nilainya belum dihitung), karena baru diungkap masih akan kami hitung lagi berapa dia dapatkan," kata Kapolda didampingi Kapolresta Pekanbaru Kombes Nandang Mukmin dan Direktur Reskrimum, Kombes Teddy.
Terkait pelaku lain yang terlibat, Agung memastikan akan mengusut tuntas dari kasus itu. Ia berkeyakinan pelaku tidak bekerja sendiri hingga bisa menjual ribuan surat palsu.
"Pelaku lain masih kita dalami karena kita tahu, hal-hal yang menimbulkan keuntungan cepat biasanya tidak bekerja sendiri. Artinya kalau keluar surat, tetapi tidak ada cek swab, medis berarti palsu," tegasnya.
Surat bebas COVID-19 palsu itu dibuat pelaku tanpa ada pemeriksaan medis, baik antigen maupun PCR.(dtk)