GELORA.CO - Indonesia Corruption Watch (ICW) menagih janji pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk turut serta mengusut perkara korupsi yang menjerat mantan mantan Kepala Sub Bagian Pemantauan dan Evaluasi II pada Biro Perencanaan Jaksa Agung Muda Pembinaan Kejaksaan Agung (Kejagung), Pinangki Sirna Malasari. Hal ini dinilai penting dilakukan, menyusul hukuman Pinangki dipangkas dari 10 tahun menjadi 4 tahun penjara oleh Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta.
Padahal Pinangki terbukti menerima uang senilai USD 500 ribu dari yang dijanjikan sebesar USD 1 juta oleh Djoko Tjandra, untuk mengurus fatwa di Mahkamah Agung (MA). Uang tersebut diterima Pinangki melalui mantan politikus Nasdem, Andi Irfan Jaya.
“ICW menagih janji KPK untuk melakukan supervisi atas perkara tersebut. Sebab, sebelumnya KPK pernah mengeluarkan surat perintah supervisi,” kata peneliti ICW, Kurnia Ramadhana dalam keterangannya, Selasa (15/6).
Meski demikian, sambung Kurnia, ICW tak berharap banyak dengan pimpinan KPK saat ini. Sebab, alih-alih pemberantasan korupsi menjadi prioritas utama, para pimpinan KPK justru melemahkan KPK dari dalam dengan menyingkirkan para pegawai melalui tes wawasan kebangsaan (TWK).
“Namun, sepertinya kebijakan (supervisi kasus Pinangki) itu hanya sekadar lip service semata. Alih-alih menjadi agenda prioritas, pimpinan KPK malah sibuk untuk menyingkirkan sejumlah pegawai dengan TWK yang penuh dengan kontroversi itu,” ujar Kurnia.
Kurnia menegaskan, dalam perkara korupsi Pinangki diduga masih ada beberapa kelompok yang belum diusut oleh Kejaksaan Agung, salah satunya klaster penegak hukum. Sebab, ICW berpandangan Pinangki tidak bergerak sendiri dan melakukan kejahatan bersama dengan buronan Djoko Tjandra.
“Pertanyaan sederhananya yang belum terjawab, bagaimana mungkin Djoko Tjandra dapat percaya begitu saja dengan jaksa yang tidak menduduki jabatan strategis seperti Pinangki? Apakah ada pihak yang menjamin Pinangki agar Djoko Tjandra percaya lalu sepakat untuk bekerjasama?,” tegas Kurnia.
Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron sempat menyatakan, akan mendalami pihak lain yang terlibat dalam kasus suap pengurusan fatwa Mahkamah Agung (MA) untuk kepentingan terpidana kasus hak tagih Bank Bali, Djoko Tjandra. Karena dalam amar putusan Pinanki, terungkap istilah ‘King Maker’ tetapi belum diketahui siapa sosok tersebut.
“Kami akan mendalami dulu karena kami tidak menangani perkara itu. Itu semua yang terungkap di persidangan untuk perkaranya Pinangki,” ucap Nurul Ghufron di Gedung Merah Putih KPK, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Selasa (9/2).
Pimpinan KPK berlatar belakang akademisi ini menegaskan, KPK membuka kemungkinan mengusut pihak lain dalam kasus tersebut. Meski memang perkara itu sebelumnya ditangani oleh Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jam Pidsus) Kejaksaan Agung.
“Kalau ada dugaan-dugaan tindak pidana korupsi lain yang belum diungkapkan tentu kami sangat terbuka. Tapi tentu kami akan menunggu dari hasil putusan dulu sejauh mana kemungkinan itu,” ujar Ghufron.
Ghufron menyebut, untuk menindaklanjuti perkara itu, KPK harus bisa menemukan alat bukti. “Memungkinkan begitu sepanjang kemudian ada alat bukti yang mendukung,” tegas Ghufron menandaskan.[jpc]