GELORA.CO - Indonesia Corruption Watch (ICW) meminta Bareskrim Polri menerima dan menindaklanjuti laporan dugaan penerimaan gratifikasi Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Komjen Pol Firli Bahuri. Polri juga diharapkan bisa mengesampingkan status Firli yang merupakan anggota polisi aktif, sebagai jenderal polisi bintang tiga.
“Kami berharap Kabareskrim bisa mengesampingkan status Firli yang seorang polisi dan jenderal bintang tiga. Karena penegak hukum tidak boleh terlibat konflik kepentingan,” kata Koordinator ICW Adnan Topan Husodo dikonfirmasi, Minggu (13/6).
Pelaporan Firli Bahuri ke Bareskrim Polri terkait dugaan penerimaan gratifikasi saat menumpangi helikopter dalam perjalanan Palembang-Baturaja, Sumatera Selatan. Firli diduga mendapat diskon dalam penyewaan helikopter mewah tersebut.
Tetapi Polri menyatakan tak akan memproses laporan tersebut, beralasan kasus menumpangi helikopter sudah ditangani Dewan Pengawas (Dewas) KPK. Adnan menegaskan, seharusnya Bareskrim Polri tak menolak begitu saja laporan yang dilayangkan oleh masyarakat.
Sebagai penegak hukum, Adnan meminta Bareskrim Polri menelaah terlebih dahulu laporan yang dilayangkan ICW. Terlebih laporan tersebut diduga merupakan tindak pidana terkait penerimaan gratifikasi.
“Padahal itu kan laporan tindak pidana dugaan gratifikasi. Ini tentu bukan tindak profesional, sebagai penegak hukum harusnya menelaah dulu. Apalagi kalau laporan sudah dilengkapi beberapa petunjuk yang luas atas dugaan tindak pidana,” tegas Adnan.
Adnan mengungkapkan, pihaknya tidak sembarang melaporkan setiap pihak ke aparat penegak hukum. Sehingga laporan tersebut diyakini dapat dipertanggungjawabkan.
“Kami lapor juga ada datanya, bukan laporan kaleng-kaleng. Jadi kami bisa pertanggungjawabkan. Bahkan, kalau dichallenge, silakan,” cetus Adnan.
Selain Bareskrim Polri, ICW juga melaporkan Firli Bahuri ke Dewas KPK. Peneliti ICW Kurnia Ramadhana menduga, Firli Bahuri mendapat diskon dalam penyewaan helikopter yang ditumpanginya itu. Sehingga hal ini dianggap janggal, harus ditelusuri Dewas KPK.
“Ketika penerimaan sesuatu yang kami anggap diskon dalam konteks penyewaan helikopter itu menjadi kewajiban bagi Firli Bahuri melaporkan ke KPK,” papar Kurnia, Jumat (11/6).
Firli dalam perjalanannya ke Baturaja, Sumatera Selatan yang menggunakan helikopter memang telah dijatuhkan melanggar kode etik oleh Dewas KPK. Tetapi Kurnia menyebut hal ini berbeda dengan putusan Dewas KPK tersebut.
“Tentu laporan kami berbeda dengan putusan yang sempat dijatuhkan oleh Dewas kepada Firli, karena kami beranggapan dalam sidang tersebut dewas hanya formalitas belaka mengecek kwitansi yang diberikan oleh Firli,” ungkap Kurnia.
“Harusnya kwitansi itu ditelusuri, karena nilainya sangat janggal kalau kita cermati lebih lanjut, 1 jam penyewaan helikopter yang di dalilkan oleh Firli sebesar Rp 7 juta rupiah, kami tidak melihat jumlahnya seperti itu. Karena 4 jam sekitar Rp 30 juta, justru kami beranggapan jauh melampaui itu ada selisih sekitar 140 juta yang tidak dilaporkan oleh Ketua KPK tersebut,” imbuhnya.[jpc]