GELORA.CO - Pemerintah berencana mengenakan pajak pertambahan nilai (PPN) pada jasa pendidikan alias sekolah. Tentu, hal ini bukan kabar menggembirakan bagi orang tua.
Pengenaan PPN pada sekolah berarti ada tambahan biaya untuk sekolah. Artinya, biaya sekolah akan tambah mahal.
Biaya sekolah saat ini saja sudah relatif mahal. Jika ditotal dari PAUD hingga kuliah biaya yang dibutuhkan mencapai ratusan juta.
Berdasarkan laporan CNBC Indonesia 2019 lalu seperti dikutip detikcom, Minggu (13/6/2021), dengan kisaran kelas ekonomi menengah dan bukan kelas ekstrim apalagi berstandar internasional, rata-rata kebutuhan uang muka sekolah swasta dari PAUD hingga kuliah mencapai Rp 142 juta.
Adapun asumsinya, biaya pendidikan anak usia dini (PAUD) di sekitar rumah sekitar Rp 2 juta, TK Rp 5 juta, SD Rp 20 juta, SMP Rp 30 juta, SMA Rp 35 juta, dan kuliah Rp 50 juta.
Angka itu adalah kisaran biaya pada waktu tersebut dan belum memperhitungkan faktor biaya bulanan yang harus dibayarkan, apalagi bila ditambahkan dengan adanya PPN. Dengan asumsi, masing-masing orang tua akan menyesuaikan dengan kondisi keuangannya.
Jika ingin dihitung juga iuran bulanan/semesterannya, maka asumsinya adalah PAUD Rp 50.000 per bulan (Rp 600.000 per tahun), TK Rp 100.000 per bulan (Rp 2,4 juta per 2 tahun), SD Rp 500.000 per bulan (Rp 18 juta per 6 tahun), dan SMP Rp 1 juta per bulan (Rp 36 juta per 3 tahun).
Untuk biaya iuran SMA Rp 2 juta per bulan (Rp 72 juta per 3 tahun) lalu kuliah Rp 7 juta per semester (Rp 56 juta per 4 tahun). Sehingga, totalnya akan didapat angka Rp 327 juta untuk uang masuk dan iurannya selama total 13 tahun.
Sari Insaniwati, perencana keuangan dari PT Mitra Rencana Edukasi, mengatakan inflasi biaya pendidikan di Indonesia sebesar 10%-15% per tahun, termasuk yang paling mahal dibanding negara lain sekitar 5% per tahun.
Dengan asumsi skenario salah satu inflasi yang cukup tinggi 15% (ada beberapa yang menilai inflasi pendidikan per tahun bahkan mencapai 20%), dan dengan memperhitungkan periode anak akan mulai masuk sekolah PAUD pada 2021 maka nilai uang muka sekolah mencapai Rp 757,69 juta. Jika ditambah dengan uang muka ditambah dengan iuran yang ditotalkan, serta nilai masa depan hingga mengenyam bangku kuliah sebesar Rp 1,05 miliar. Jika ditotalkan lagi akan didapatkan angka Rp 1,81 miliar.
Simulasi ini belum memperhitungkan jika anak bersekolah di sekolah negeri di Jakarta yang gratis atau mendapatkan beasiswa.
Perencana keuangan dari Advisors Alliance Group Indonesia, Andy Nugroho mengatakan, menabung untuk anak sekolah harus dimulai sedini mungkin. Bahkan, sejak anak itu lahir. Apalagi, jika orang tua bercita-cita agar ingin anaknya meraih profesi tertentu dengan biaya sekolah yang tinggi seperti dokter, pilot dan lain-lain.
"Kalau bicara tentang idealnya, sejak si anak ini lahir sebaiknya orang tua sudah mulai mempersiapkan untuk biaya pendidikannya," katanya kepada detikcom.
Cara menabungnya pun beragam. Ada yang memakai produk bank yakni dengan cara ditarik secara otomatis dari penghasilan orang tua hingga produk asuransi pendidikan.
Memang, menurutnya, sulit untuk menentukan porsi ideal pendapatan yang digunakan untuk biaya pendidikan. Sebab, itu tergantung dari lama atau durasi tabungan itu akan digunakan.
"Kalau bicara ideal susah lah ya, untuk menentukan idealnya berapa, mungkin perkiraan saya 10% lah. Misalnya memang waktunya maih cukup lama, 10 tahun-15 tahun yang akan datang diperlukannya dengan 10%-15% per bulan menurut saya sudah cukup banget untuk orang tua menyisihkan nabung untuk anaknya sekolah ini nanti," katanya.
"Yang repot itu justru kalau sekarang sudah SMP atau SMA terus kemudian orangtuanya ngeh 'Oh ya anak saya bentar lagi 4-3 tahun lagi masuk kuliah, kira-kira butuh duit berapa, dana berapa ya?' Berarti kan dengan waktu makin sempit, berarti orang tua menyisihkannya makin banyak. Entah itu menambah income makin besar atau menyisihkannya makin banyak," sambungnya.
Meski demikian, menurutnya yang terpenting ialah menyiapkan tabungan untuk anak kuliah. Dia bilang, biaya kuliah memang diperlukan dalam tempo yang lama namun memerlukan biaya besar. Di sisi lain, produktivitas orangtua semakin lama semakin berkurang.
"Karena kemungkinan saat anak masuk TK, SD, SMP sampai dengan SMA orang tua masih dibilang masih produktif masih bisa bekerja. Istilah kata mau jungkir balik demi anaknya bisa masuk sekolah orang tua masih bisa lakuin," ujarnya.
"Tapi ketika anaknya masuk kuliah kemungkinan orangtua usianya sudah cukup senior. Artinya kemampuan menurun dan berarti sebenarnya di saat itulah dan biaya masuk pendidikan lebih tinggi dibanding sebelum-sebelumnya, sehingga saat itulah uang tabungan ini berguna banget," paparnya(dtk)