GELORA.CO - AM Hendropriyono menepis tudingan dirinya melobi Presiden Joko Widodo (Jokowi) agar menantunya Jenderal Andika Perkasa bisa menjadi Panglima TNI. Dia menyatakan tidak mungkin sehina itu meminta-minta jabatan.
Hendropriyono menyatakan, dirinya tidak bicara dan tidak pernah bicara tentang hal tersebut. Ini dia sampaikan terkait adanya pemberitaan di salah satu media massa yang menudingnya melobi-lobi Jokowi agar menantunya yang kini menjabat KSAD bisa jadi Panglima TNI.
"Saya tidak pernah begitu hina mau nyosor meminta-minta jabatan. Tidak untuk menantu, anak, apalagi untuk saya sendiri. Tidak pernah," kata Hendro dalam keterangannya kepada wartawan, Senin (14/6/2021).
Hendro menceritakan, pertemuannya pada 7 Mei 2021 berkaitan dengan ulang tahunnya yang ke-76.
"Sebagai Presiden, tidak mungkin beliau yang datang ke rumah saya. Silaturahmi sebagai dua sahabat adalah hal yang biasa, karena Pak Jokowi setelah menjadi Presiden tidak berubah sama skali dengan sewaktu dulu sebagai rakyat biasa," ucapnya.
Hendro dalam klarifikasinya mempertanyakan media yang menulis isu dirinya melobi Jokowi agar Jenderal Andika Perkasa menantunya bisa jadi Panglima TNI.
"Tempo mengambil sumber katanya dari 3 orang purnawirawan. Kredibilitasnya mereka apa? Kenapa tidak cross check kepada Pak Jokowi atau pihak Istana yang jelas kredibel, menyangkut pertemuan saya tersebut? Tidak perlu harus ngarang berita dan ngarang-ngarang sumber, jika pers tersebut memang terpandang dan profesional," ujarnya.
"Kalau mau mencuri perhatian publik untuk meningkatkan rate, jangan menyalahgunakan hak kebebasan pers. Melepas hoax seperti itu merupakan bentuk manipulasi terhadap hak-hak pers, untuk membunuh karakter seseorang atau membuat orang jadi mati perdata," sambung Hendro.
Hendropriyono menyatakan alasannya tidak menggunakan hak jawab ke sumber berita tersebut. Menurutnya percuma saja karena akan ditenggelamkan oleh ingar bingar suara hoax yang terlebih dahulu sudah menyebar di publik.
"Melayani dengan berpolemik di manapun, punya implikasi menaikkan rate majalah atau portal medianya, yang berarti membantu Tempo mencapai tujuan," ujarnya.
"Media yang terpandang selalu memverifikasi kepada Dewan Pers, sehingga tidak liar dan jadi kontra produktif, karena merusak nama baik Tempo sendiri," sambungnya. []