GELORA.CO - Kasatgas Penyelidik Iguh Sipurba dan Kasatgas Pembelajaran Internal Hotman Tambunan merupakan angkatan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) jilid pertama yang masuk daftar 75 pegawai tidak lolos Tes Wawasan Kebangsaan (TWK). Ini adalah kisah 2 penggawa KPK yang tidak memenuhi syarat menjadi ASN KPK karena terjegal TWK
Keduanya terpanggil bergabung KPK karena terketuk melihat korupsi di Indonesia. Sebagai kasatgas di KPK, mereka tampil low profile dengan penampilan yang biasa-biasa saja tidak menarik perhatian.
Sebetulnya bukan perkara mudah menjadi pegawai KPK. Iguh dan Hotman keduanya gabung KPK melalui proses seleksi Indonesia Memanggil di tahun 2005.
"Saya adalah generasi Indonesia Memanggil Satu," ujar Hotman dalam program Sosok di detikcom.
Sebelum gabung dengan KPK, Hotman sudah bekerja di perusahaan swasta dengan gaji dan posisi yang tingi. Namun maraknya korupsi memanggil hati nurani Hotman yang jebolan teknik sipil ITB itu untuk bergabung dengan KPK.
"Saya sudah punya kegundahan pada situasi terkait dengan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN dulu) zaman Soeharto. Saya berpikir apa kira-kira yang boleh dilakukan dalam rangka untuk berkontribusi terhadap pembersihan KKN itu. Itu sebenarnya yang membuat masuk ke KPK," kata Hotman.
Lain dengan Hotman, Iguh sendiri merupakan Pegawai Negeri Sipil di Badan Pengawasn Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Waktu itu Iguh mendapat beasiswa pendidikan di UI dari instansinya.
"Saat itu ada pengumuman Indonesia Memanggil Satu, di mana persyaratannya tidak terlalu berat. Saya khususnya mendaftar dan mengikuti serangkaian tes yang cukup banyak dan cukup memakan waktu hingga akhirnya diputuskan saya diterima sebagai pegawai KPK," ujar pria lulusan STAN tersebut.
Idealisme yang tinggi dan integritas KPK kata Iguh telah memanggil hatinya untuk ikut sebagai pejuang pemberantas korupsi. Selain itu dirinya juga mempunyai ketertarikan dalam perkara korupsi dan investigasi.
"Karena saya juga memang mendalami dan menekuni di BPKP ini sebagai auditor investigasi," tutur pria yang sudah 16 tahun di KPK itu.
Kecintaan sebagai pemberantas korupsi membawa Iguh berlabuh di KPK. Dia meninggalkan jabatan dan fasilitas PNS dan memilih sebagai penyelidik Indepeden.
"Setelah 10 tahun di KPK saya dapat pilih untuk kembali ke BPKP atau di KPK, cuma saya memilih di KPK. Beberapa teman yang kembali ke institusi waktu itu sekarang sudah menjadi kepala bagian eselon II," tuturnya.
Baik Iguh dan Hotman telah menyadari konsekuensi bekerja di KPK. Mereka sadar yang dihadapi pejabat tinggi hingga menteri. Namun kecintaan akan terhadap negara lebih kuat di banding hal lainnya.
"Malah yang mungkin mengkhawatirkan sekeliling saya, misal Pakde saya, itu yang kadang-kadang justru menyampaikan untuk hati-hati. Maksudnya kalau di aparat penegak hukum, korupsi, yang jelas mengurusi orang-orang yang punya kekuasaan yang besar. Itu juga harus hati-hati dan kita harus tabah, dan tegar karena ya mungkin intervensinya juga cukup banyak," ujar Iguh yang pernah berurusan dengan Kasus Simulator SIM Korlantas Polri dan Gratifikasi Budi Gunawan.
"Dulu keluarga itu menanyakan, "Dipikirkan lagi pertimbangannya". Pada akhirnya keluarga memberikan keputusannya kepada saya. "Ya sudah, Hotman. Kamu pikirkan, kamu sudah memutuskan, ya silakan dilakukan dengan baik," tutup Hotman menceritakan keputusan keluarganya kala itu.(dtk)