GELORA.CO - Seorang wanita yang bekerja sebagai guru honorer di Kabupaten Semarang terjerat pinjaman online (pinjol). Dia yang awalnya meminjam Rp 3,7 juta dan kini membengkak menjadi Rp 206,3 juta.
Guru honorer bernama Afifah Muflihati (27) mengatakan awalnya pada tanggal 30 Maret 2021 ia memang sedang membutuhkan uang. Kemudian ada iklan di telepon selulernya yang merujuk pada sebuah aplikasi pinjaman online.
"Karena memang kondisi sudah tidak ada simpanan uang atau tabungan, kami masuk ke iklan di handphone. Dijanjikan Rp 5 juta tenor 91 hari bunga 0,4 persen," kata Afifah usai mengadukan kasus yang menimpanya di Ditreskrimsus Polda Jateng, Kamis (3/6/2021).
Dalam aplikasi pinjol yang diunduh Afifah itu ternyata terhubung dengan aplikasi pinjol lainnya. Setelah mengikuti syarat peminjaman, akhirnya uang langsung ditransfer ke rekening Afifah Rp 3,7 juta, padahal ia berharap dapat Rp 5 juta.
"Pinjam Rp 3,7 juta. Awalnya yang saya kira 3 bulan, setelah masuk rekening kok (tenor) hanya 7 hari," ujar ibu dua anak itu.
Afifah mendapatkan teror
Saat itu uang belum digunakan sama sekali namun dalam kurun 5 hari Afifah sudah ditagih dengan nada ancaman akan disebar identitas lengkapnya.
"Lima hari jalan sudah diteror. Pokoknya bagaimana harus dibayar, kalau tidak data disebar. Saat itu tidak ada uang untuk bayar. Yang masuk rekening saja belum kepakai," ujarnya.
Ia panik karena teror mulai berdatangan bahkan datanya sudah disebar. Pihak pinjol juga ternyata bisa mengakses kontak telepon Afifah sehingga dikirimkan foto Afifah beserta KTP dengan narasi tidak bisa bayar utang, bahkan sampai fitnah Afifah jual diri demi bayar utang.
"Waktu peminjaman pertama itu tidak ada tanda tangan elektronik (untuk persetujuan) hanya KTP dan identifikasi wajah lewat foto. Tapi yang disebar itu bukan dari foto yang saya kirim, mungkin mereka mengakses galeri," katanya.
Keluarga, teman, hingga kolega semua mendapat pesan yang merujuk Afifah tidak bisa bayar utang, dan saat itulah Afifah panik sekaligus takut sehingga terjerat jaringan pinjol. Afifah kembali meminjam uang lewat aplikasi pinjol lainnya yang muncul pada aplikasi yang pertama ia instal untuk gali lubang tutup lubang.
"Saya takut pokoknya bagaimana caranya bisa bayar. Saya masuk aplikasi 3 tadi. Jadi ada 3 sub aplikasi, lunas. Tapi ada 6 lain yang belum lunas," kata Afifah.
Jaringan pinjol itu terus berlanjut hingga lebih dari 20 pinjol. Total utang Afifah bahkan sudah mencapai Rp 206,3 juta dan dari hasil gali tutup lobang lewat pinjol sudah terbayar Rp 158 juta.
"Utangnya Rp 158 juta yang sudah lunas dari hasil muter tadi. Total Rp 206.350.000," ujarnya.
Bahkan ia harus pinjam ke BPR sebesar Rp 20 juta dengan jaminan sertifikat rumah untuk upaya menutup utang. Tapi kini justru Afifah masih terjerat utang sekitar Rp 47 juta.
"Yang pakai uang pribadi itu Rp 20 juta. Dalam sub aplikasi ada yang belum bayar ada Rp 47 juta. Saya juga mau klarifikasi yang dapat WhatsApp tadi kami di sini memang karena kami salah karena tidak pikir panjang. Kami utarakan kami belum gunakan uang itu dari aplikasi Pohon UangKu. Kalau dirasa saya masih punya utang maka akan saya bayar saat persidangan, saya memilih jalur hukum," jelasnya.
Kuasa hukum Afifah, Muhammad Sofyan dari LBH NU Salatiga mengatakan saat kliennya datang meminta bantuan, kondisinya sangat depresi karena teror yang diterima cukup mengerikan. Bahkan ada pesan yang disebar dengan menggabungkan foto Afifah dan gambar porno seolah kliennya itu jual diri.
"Diduga ilegal, tidak terdaftar OJK. Aplikasi pinjaman berbasis online itu telah melakukan rangkaian tindak pidana dengan ancaman, intimidasi, teror lewat, telepon, chatting, WA, SMS dan DM Instagram. Data klien disebar ke seluruh kontak di phone book dengan tendensi menyerang, menyebutkan kata kasar, ditulis wanted dan sebagainya," kata Sofyan.
"Diteror ratusan kali. Bahkan ada yang diedit konten pornografi dan ditulis menjual diri untuk lunasi utang online," imbuhnya.
Oleh sebab itu jalur hukum ditempuh karena ada unsur pidana. Namun jika nantinya kasus dibawa ke ranah perdata terkait pinjam-meminjam, Sofyan mengaku siap karena pinjol tersebut tidak terdaftar OJK dan juga dalam proses pinjam-meminjam tidak memenuhi hukum pinjam-meminjam.
"Perjanjian itu harus akad dan harus ada surat perjanjian baik langsung atau elektronik. Tapi melihat caranya, ini tidak penuhi syarat itu, tidak pernah tanda tangan surat perjanjian apapun. Tidak memenuhi syarat. Namun kemudian kalau dimaknai hukum pinjam-meminjam, maka diatur KUHPerdata, kami akan lakukan gugatan perdata. Tapi terlepas dari semua kami memilih mekanisme hukum pidana dulu," jelasnya.
Kasus tersebut kini sudah diadukan ke Ditreskrimsus Polda Jateng dengan surat tanda penerimaan aduan bernomor STPA/325/VI/2021/Reskrimsus. Sofyan berharap kasus ini bisa diselesaikan karena ia yakin banyak orang di luar sana yang juga terjerat pinjaman online (pinjol).(dtk)