GELORA.CO - Direktur Sosialisasi dan Kampanye Antikorupsi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Giri Suprapdiono menilai jika upaya pelemahan KPK saat ini berhubungan dengan kontestasi politik di Indonesia pada 2024. Sebab, sudah menjadi rahasia umum jika mahalnya biaya politik kerap menjadi celah untuk para politikus melakukan korupsi.
"Dan ketika mereka sudah berhasil menduduki jabatan tersebut, muncul dua pikiran yakni bagaimana mengembalikan uang yang dikeluarkan dan mencari uang lagi untuk digunakan kembali dalam pemilihan selanjutnya," ucap Giri dalam diskusi daring berjudul 'Pengkerdilan KPK dan Membaca Arah Politik Antikorupsi di Indonesia' pada Senin, 7 Juni 2021.
Pernyataan Giri pun disetujui Khoirul Umam, Managing Director of Paramadina Public Policy Institute. Setelah reformasi, kata Khoirul, KPK menjadi satu-satunya instrumen penegakan hukum yang bisa mengoreksi penguasa.
Sehingga jika KPK 'dibunuh' akan menjadi awal bangkitnya rekonsolidasi kekuatan neo-otoritarianisme di masa 23 tahun reformasi ini.
"Ke depan, menjelang 2024, proses investigasi, penuntutan, hingga penjatuhan vonis, yang seharusnya dalam koridor penegakan hukum, berubah menjadi area politis," kata Khoirul.
Atau, kata Khoirul, bukan tidak mungkin nantinya proses peradilan menjadi tarik ulur kepentingan para elit kekuasaan.
"Sementara pemberantasan korupsi sendiri lebih sering diselesaikan dengan metode kompromi politik," ucap dia soal pelemahan KPK. []