GELORA.CO - Badan Kepegawaian Negara (BKN) menjelaskan pertanyaan pilih Al Quran atau Pancasila ditanyakan kepada seseorang yang berkategori berat dan biasa digunakan untuk merekrut teroris.
Direktur Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Fakultas Hukum Universitas Andalas, Feri Amsari menegaskan kalau Novel Baswedan dkk bukan teroris.
"Novel sudah pasti bukan teroris. Kalau teroris sudah ditangkap dengan UU terorisme. Faktanya tidak. Novel itu dituduh teroris oleh para koruptor agar orang lupa bahwa koruptor itulah yang teroris," kata Feri, kepada wartawan, Minggu (20/6/2021).
Feri menilai pernyataan BKN merupakan kamuflase. Sehingga menurutnya, pemberhentian Novel dkk dianggap benar dan memiliki alasan.
"Itulah anehnya, bagi saya cap itu hanyalah kamuflase pembenaran agar pemberhentian mereka mendapatkan alasan," ujarnya.
Pandangan yang sama datang dari Peneliti Pusat Kajian Anti Korupsi (PUKAT) Fakultas Hukum UGM, Zaenur Rohman. Dia mengatakan narasi Taliban atau teroris memang sejak awal dituduhkan ke KPK untuk mendapat dukungan dari masyarakat.
"Taliban adalah narasi hoax untuk mendeligitimasi dukungan moral masyarakat kepada KPK. Hoax tersebut disebarkan jelang revisi UU KPK hingga saat ini," ucapnya.
"Novel itu menakutkan bagi koruptor. Dia seorang penegak hukum yang bahkan dilukai dengan air keras. Yang menuduh Novel sebagai teroris, memang kalau bukan koruptor ya suruhannya," lanjut Zaenur.
Zaenur mengatakan jika ada teroris di lingkungan KPK sebaiknya ditangkap dan diadili bukan malah disingkirkan. Dia mengatakan dengan memframing Novel dkk sebagai teroris merupakan bentuk nyata untuk menyingkirkan.
"Jika ada teroris di KPK atau di lembaga manapun silakan ditangkap dan diadili. Namun, memframing orang sebagai teroris karena tampilannya itu tidak lain karena ingin menyingkirkan," ujarnya.
BKN Jelaskan Maksud Pertanyaan Pilih Al-Qur'an atau Pancasila
Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN) Bima Haria Wibisana menjelaskan alasan adanya pertanyaan Pancasila atau Al-Qur'an pada tes wawasan kebangsaan (TWK) pegawai KPK. Bima menyebut adanya pertanyaan itu lantaran hasil indeks moderasi bernegara (IMB-68) dan profiling jeblok.
"Ini sebetulnya pertanyaan berat. Kalau ada seseorang yang ditanya asesor pilih Al Quran atau Pancasila maka dia termasuk kategori berat," kata dia di Jakarta, Sabtu seperti dilansir Antara, Minggu (20/6/2021).
Bima menyebut pertanyaan itu digunakan asesor karena pertanyaan itu paling sering digunakan oleh teroris untuk merekrut calon-calon teroris.
Oleh sebab itu, para asesor akan melihat respons dari peserta tes wawasan kebangsaan (TWK) yang ditanyakan perihal memilih Pancasila atau Al Quran.
Bima mengatakan bahwa jika seseorang memiliki pemahaman agama atau Pancasila yang terbatas maka dengan cepat akan menjawab agama. Namun, jika peserta tersebut memiliki pemahaman agama yang lebih baik, ia akan bingung lantaran dalam agama ada unsur Pancasila dan Pancasila juga tidak bertentangan dengan agama.
"Jadi kebingungan inilah yang ditangkap oleh asesor sehingga mengetahui seseorang berada di level mana," ujar Bima.(dtk)