GELORA.CO - Pertahanan negara tidak melulu bicara soal alat utama sistem persenjataan (alutsista) yang canggih dan tentara yang cakap. Tapi juga turut berbicara mengenai ketahanan pangan bangsa.
Dalam UU 3/2002 tentang Pertahanan Negara dijelaskan bahwa pertahanan Indonesia bersifat defensif aktif. Sifat ini kemudian diartikan menjadi dua makna, tidak ekspansif tidak agresif .
Tidak ekspansif berarti sikap perilaku bangsa ditujukan untuk tidak melakukan ofensif atau sedangan pada negara lain.
Sedangkan tidak agresif memiliki arti bahwa perilaku bangsa Indonesia ditujukan untuk mempertahankan kedaulatan negara, keutuhan wilatah, dan keselamatan bangsa dari segala ancaman.
Hal ini sebagaimana filosi pertahanan negara Indonesia sebagaimana dijelaskan Jurubicara Menteri Pertahanan Prabowo, Dahnil Anzar Simanjuntak di akun Twitter miliknya dengan mengunggah sejumlah infografis, Kamis (3/6).
Slide selanjutnya mengurai apa saja pokok rencana strategi Menteri Pertahanan Prabowo Subianto agar Indonesia siap dalam pertahanan.
Pertama, pertahanan negara mensyaratkan harus memiliki rakyat yang patriotik, militan, dan cinta tanah air. Kedua, negara harus memiliki tentara yang profesional, patriotik, dan militan. Baik secara teknis, teknologis, dan organisatoris.
Ketiga, memiliki alat peralatan pertahanan dan keamanan yang efektif dan mutakhir. Selanjutnya adalah memiliki industri pertahanan yang bisa mendukung dan bisa melaksanakan perbaikan, pemeliharaan dan perawatan alpalhankam.
Kelima menysaratkan adanya kelompok ilmuwan yang dapat mendukung keperluan manufaktur secara mandiri komponen-komponen pertahanan yang canggih dan yang tidak mungkin bisa dibeli dari pemasok negara lain.
Yang tak kalah penting dalam persiapan Prabowo tersebut adalah kemampuan bangsa dalam memasok pangan untuk rakyat dan tentaranya. Utamanya pasokan karbohidrat dan protein.
Dalam infografis ini, Menhan Prabowo turut membandingkan kondisi cadangan logistik pangan Indonesia dengan negara lain.
Cadangan logistik yang dimaksud merupakan ketahanan pangan di saat Indonesia terlibat perang. Artinya, saat perang seluruh rakyat fokus membantu pertahanan, sementara sektor-sektor lain seperti ekonomi dan pangan lumpuh.
Indonesia yang berpenduduk 271 juta jiwa hanya memiliki cadangan pangan sebanyak 1,7 juta ton. Cadangan ini diperkirakan hanya bisa bertahan dalam 21 hari.
Ketahanan pangan Indonesia ini masih kalah jika dibandingkan negara tetangga Vietnam, yang memiliki cadangan pangan sebanyak 0,7 juta ton dan berpenduduk 97 juta jiwa. Dengan data tersebut, diyakini Vietnam bisa bertahan 23 hari saat perang semesta terjadi.
Data tersebut bisa dibaca bahwa jika Indonesia terlibat peperangan frontal dengan Vietnam, maka Indonesia harus bisa menang sebelum 21 hari. Jika tidak, maka Indonesia harus angkat bendera putih lebih dahulu lantaran Vietnam masih bisa bertahan dua hari lagi.
Data akan semakin miris jika ketahanan pangan Indonesia dibandingkan dengan tetangga lain seperti Thailand, yang memiliki cadangan makanan sebanyak 3 juta ton untuk 70 juta jiwa. Thailand bisa bertahan saat perang hingga 143 hari.
Sementara jika harus berhadapan dengan China, Indonesia perlu berpikir ratusan kali. Sebab sekalipun China berpenduduk 1,44 miliar, negeri komunis tersebut memiliki cadangan 294 juta ton. Artinya, cadangan pangan mereka bisa bertahan hingga 681 hari atau hampir 2 tahun saat perang. []