GELORA.CO - dr Herry Nur Hendriyana korban penganiayaan, Donny Nouphar Kepala Laboratorium Fakultas Kedokteran Universitas Gunung Jati (UGJ) Cirebon menceritakan awal mula dirinya dianiaya oleh rekannya itu.
Herry mengatakan, pelaku penganiyaan Donny Nouphar sudah menunjukan sikap berbeda setelah dirinya mengungkap adanya kejanggalan pada adminitrasi klinik dan apotek Cakrabuana. Adapun klinik dan apotek tersebut berada di bawah naungan Fakultas Kedokteran UGJ Cirebon.
"Saya pernah komplain kepada karyawan klinik berkaitan dengan tanda tangan saya yang di scan tanpa izin untuk menandatangani administrasi dan kuitansi klinik dan apotek Cakrabuana, dimana kedudukan saya selaku Pelaksana Harian (Plh) pada klinik dan apotek Cakrabuana," kata Herry dalam keterangan tertulis, Senin (28/6).
Tidak hanya itu, Herry mendapatkan informasi dari karyawan salah satu apotek Cakrabuana bahwa telah ada pembelian alat rapid test tanpa sepengetahuanya. Pembelian alat tersebut dibeli klinik dari pelaku Donny dengan harga lebih tinggi dari harga pasaran pada umumnya.
"Saudara Donny menjual rapid antigen kepada klinik dan apotek Cakrabuana tanpa sepengetahuan saya dengan harga yaitu sebesar Rp 2.900.000 perbuah, dimana harga tersebut lebih tinggi dari harga yang ditawarkan oleh agen lain yaitu sebesar Rp 1.700.000," beber Herry.
Melihat kejanggalan itu, Herry kemudian memutuskan agar klinik dan apotek tidak lagi membeli peralatan rapid antigen kepada Donny.
"Saya merasakan setiap berbincang dengan saya, Donny menunjukan sikap tidak suka, dengan raut wajahnya," pungkas Herry.
Akibat penganiayaan ini, Herry membuat laporan kepolisian dan sudah diproses hingga pelaku Donny mendekam di Rutan Lapas Kota Cirebon. Namun, saat persidangan di Pengadilan Negeri Kota Cirebon Hakim Ketua Ahmad Rifai memutuskan pelaku menjadi tahanan kota setelah adanya jaminan dari Walikota Cirebon H Nashrudin Azis SH dan Bupati Cirebon H Imron Rosyadi.(RMOL)