GELORA.CO - Beberapa waktu lalu, ada tiga tenaga kesehatan (nakes) di Bangkalan yang meninggal dunia akibat COVID-19. Padahal, tiga nakes ini disebut telah mendapatkan vaksin.
Sejumlah pakar menduga, ketiga nakes ini terpapar Varian COVID-19 dari Varian B117 atau Alpha dan B1351 atau Beta. Varian Alpha disebut penyebarannya sangat cepat, di Inggris bahkan penyebarannya meningkatkan 40 hingga 90%. Lalu, apakah benar varian baru mampu menginfeksi seseorang yang telah divaksin?
Dosen Fakultas Kedokteran (FK) sekaligus Pakar Imunologi Universitas Airlangga (Unair) Dr. dr Agung Dwi Wahyu Widodo memaparkan, walaupun sudah divaksin, seseorang dapat mengalami proses re-infeksi. Hal ini bisa terjadi karena beberapa sebab.
Pertama, karena produk antibodi yang dihasilkan vaksinasi masih belum tinggi. Akibatnya, tubuh tidak mampu melakukan netralisasi virus yang masuk. Sehingga virus menyebar dan menghasilkan penyakit.
"Pada beberapa kasus, walaupun sedikit, bisa terjadi re-infeksi pada Varian Alpha. Begitu pula dengan Varian Beta yang dapat menimbulkan re-infeksi juga walaupun tidak tinggi," kata Agung, Sabtu (12/6/2021).
Lalu yang kedua, pada orang tertentu kemungkinan antibodi yang dihasilkan tidak terlalu tinggi. Sehingga, yang terjadi virus dapat bertahan dan menimbulkan infeksi.
Sementara itu, Agung menyebut Hongkong dan beberapa negara Eropa hingga Amerika menemukan ternyata virus yang menginfeksi setelah vaksinasi atau re-infeksi adalah virus yang berbeda varian. Menurutnya, hal itu memungkinkan terjadinya proses re-infeksi.
"Meski sudah divaksin, karena coronavirusnya beda varian, maka bisa terjadi proses re-infeksi tadi," tambahnya.
Sedangkan terkait efikasi vaksin pada varian baru, Agung menyebut secara umum Varian Alpha dapat dinetralisir hampir semua vaksin. Sedangkan Varian Beta, banyak vaksin yang mengalami proses penurunan efikasi.
"Beberapa waktu yang lalu, WHO sudah merilis laporan riset tentang efikasi vaksin dari berbagai vaksin yang ada di dunia. WHO menyebutkan bahwa efikasi vaksin beragam antara satu orang dengan yang lain bagaimana responnya terhadap varian tadi," papar pria yang juga menjabat Dewan Pakar Satgas COVID-19 IDI Jatim ini.
Untuk itu, Agung mengimbau masyarakat tidak perlu khawatir tentang efikasi vaksin yang diberikan di Indonesia. Agung menegaskan, Sinovac masih dapat digunakan pada kedua varian tersebut.
Tak hanya itu, perlu diketahui secara epidemiologi, virus yang berasal dari Inggris dan Afrika Selatan mampu menyebar dengan cepat. Sehingga meningkatkan insiden serta menimbulkan kesakitan dan kematian yang tinggi.
Untuk itu, Agung menyarankan agar pemerintah segera mengambil tindakan untuk mengantisipasi lonjakan kasus.
"Sarana dan prasarana perawatan harus ditingkatkan terutama keberadaan ruang isolasi untuk pasien, baik yang perlu diisolasi sebagai OTG ataupun orang yang mengalami sakit COVID-19 mulai dari ringan hingga berat. Serta tidak lupa menjalankan protokol kesehatan dengan ketat. Dimulai dengan menggunakan masker yang benar, cuci tangan, menjaga jarak dengan baik, mobilitas dibatasi. Itu semua tujuannya dalam rangka untuk mencegah proses transmisi virus," pesan Agung.(dtk)