GELORA.CO - Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Indonesia (UI) dipanggil pihak rektorat atas gelar 'The King of Lip Service' untuk Presiden Joko Widodo (Jokowi). BEM Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo turut mengkritik langkah dari Rektorat UI tersebut.
Presiden BEM UNS, Zakky Musthofa, menyayangkan adanya pemanggilan tersebut. Padahal kritikan 'King of Lip Service' adalah bentuk kepedulian mahasiswa terhadap negara.
"Padahal itu cara kami mencintai bangsa ini, dengan mengingatkan pejabat terkait. Yang disampaikan itu bisa dipertanggungjawabkan, ada kajiannya, ada fakta realita. Ada pernyataan yang pernah dilontarkan tapi realitanya nggak sesuai, sehingga layak kita hadirkan pernyataan seperti itu," kata Zakky saat dihubungi detikcom, Selasa (29/6/2021).
Dia pun menilai tindakan rektorat tersebut adalah upaya memberangus kebebasan berpendapat. Bahkan dia menilai jabatan rektor kini sudah seperti jabatan politik.
"Itu sudah jadi realita bagi kami, beberapa kampus besar, rektor-rektor itu lupa pada tridharma perguruan tinggi, sudah jadi semacam jabatan politis hari ini. Itu yang kami khawatirkan," ujar dia.
Dalam kajiannya, Zakky dan kawan-kawan menyebut ada setidaknya 43 kasus mahasiswa yang harus mendapatkan sanksi dari kampus karena aksi unjuk rasa selama 2019-2020. Hal itu dianggap sebagai pelanggaran dalam mimbar akademik.
"Ada 43 kasus yang kami kaji. Di UU Pendidikan Tinggi No 12 Tahun 2012 sudah jelas civitas akademika termasuk rektor wajib menjaga mimbar akademik dengan tentunya memberi kebebasan ruang intelektual agar tetap bersuara dan berpihak pada kebenaran," ungkapnya.
Dia pun merindukan kampus yang justru para pimpinannya mendorong mahasiswa menyuarakan kebenaran. Sementara saat ini, pimpinan kampus dianggap hanya mengamankan jabatan.
"Dulu bahkan sempat rektor itu turun bersikap, seperti saat kenaikan BBM. Mungkin karena jabatan politis, ingin mengamankan namanya. Mungkin yang dipikirkan jabatan menteri, rangking, padahal kita masih pertanyakan pelayanan mereka," ujarnya.(dtk)