GELORA.CO - Kerja kepala daerah mulai dibanding-bandingkan jelang Pilpres 2024. Ujungnya, kepala daerah yang dinilai paling berprestasi akan dielu-elukan dan dianggap paling layak untuk jadi presiden selanjutnya.
Menanggapi itu, mantan Wakil Ketua Umum DPP Partai Gerindra, Arief Poyuono menilai bahwa membandingkan kerja gubernur di Pulau Jawa dan luar Jawa tidak apple to apple. Sebab tantangan menjadi kepala daerah di luar Pulau Jawa jauh lebih berat.
“Di Pulau Jawa jadi gubenur mah tidak sulit, asal jangan nyolong. Mereka cukup mengontrol APBD secara tepat sasaran dan jangan dikorup, dijamin maju provinsi yang dipimpin,” urainya kepada redaksi, Jumat (11/6).
Dengan kata lain, sebenarnya tidak ada prestasi yang bisa dibilang menonjol dari gubernur di Pulau Jawa.
Sebaliknya, yang terjadi sebatas pencitraan di media dan ramainya pendengung atau buzzer yang memuji di media sosial. Itupun, kata Arief, para buzzer patut diduga dibiayai oleh fee-fee dari proyek yang dijalankan para kontraktor dan supplier pemprov.
Kondisi ini, lanjutnya, tentu berbeda dengan para gubernur yang ada di Pulau Jawa yang tantangannya jauh lebih berat.
Mereka tidak memiliki fasilitas APBD yang besar dan tidak juga punya infrastruktur yang lengkap. Belum lagi, masyarakat yang dipimpin mayoritas belum berpendidikan tinggi, fasilitas pendidikan dan kesehatan juga belum selengkap di Pulau Jawa.
“Makanya kesempatan gubernur luar Jawa untuk jadi capres tidak ada,” terangnya.
“Kalau mimpin DKI, Jabar, Jateng, dan Jatim sih tidak sulit amat. Karena itu mereka tidak pantas dibilang berprestasi,” sambung Arief.
Atas alasan itu, Arief ingin agar masyarakat, khususnya di luar Jawa tidak terkecoh apalagi takjub dengan prestasi gubernur di Pulau Jawa. Sebab prestasi yang didengungkan itu sebatas fatamorgana dan jauh dari kenyataan.
“Jadi gubernur di Jawa yang masuk bursa capres sebenarnya secara fakta tidak punya prestasi,” tekannya lagi.(RMOL)