GELORA.CO - Rencana pemberlakuan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) untuk sembako hingga pendidikan sebagaimana draf RUU Revisi UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) masih menjadi perbincangan hangat di masyarakat.
Ketua PP Muhammadiyah Bidang Majelis Ekonomi dan Kewirausahaan, Anwar Abbas mengatakan, Pemerintah dalam hal ini Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani sebetulnya tidak harus bekerja keras untuk mencari tambahan pajak apabila tidak terjadi kebocoran anggaran.
"Kalau kata Sumitro Djojohadikusumo di zaman orba itu (kebocoran) 30 persen, hari ini kebocoran itu baik karena korupsi inefisiensi dan inefektivitas menurut saya bisa-bisa mendekati angka 40 atau 50 persen," kata Anwar Abbas dalam webinar yang diselenggarakan Majelis Ekonomi dan Kewirausahaan PP Muhammadiyah yang membahas PPN dan RUU KUP, Kamis (24/6).
Menurut Anwar Abbas, sebenarnya dengan pajak biasa yang berhasil dikumpulkan selama ini saja sudah bisa meng-cover, apabila tidak terjadi kebocoran. Tetapi pemerintah tidak mampu menutup kebocoran tersebut.
"Akhirnya pemerintah hari ini, Bu Sri Mulyani, terpaksa bekerja keras mencari pajak," ucap Anwar Abbas.
Padahal, lanjut Anwar Abbas, pajak ini kasarnya memungut uang dari rakyat. Implikasi moneternya adalah apabila pajak semakin meningkat maka jumlah uang yang beredar di masyarakat akan semakin menurun.
"Kalau uang yang beredar di tengah masyarakat menurun, berarti daya beli masyarakat juga akan menurun. Kalau daya beli masyarakat menurun, ya berarti dunia usaha akan menjerit. Itu bagi saya yang terpikir," pungkasnya.
Turut hadir sebagai narasumber dalam webinar tersebut adalah Stafsus Menkeu RI Yustinus Prastowo, Peneliti INDEF Enny Sri Hartati, Majelis Ekonomi dan Kewirausahaan (MEK) PP Muhammadiyah/CORE Institut Hendri Saparini, dan MEK PP Muhammadiyah Fadhil Hasan. (Rmol)