GELORA.CO - Mantan Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengaitkan tes wawasan kebangsaan (TWK) pegawai KPK dengan kontestasi politik 2024. Febri khawatir sengkarut TWK akan berisiko membuat KPK dijadikan alat untuk bertempur pada 2024.
Hal ini disampaikan Febri saat menjadi narasumber diskusi 'Teka Teki Pemberantasan Korupsi' yang ditayangkan Gusdurian Tv pada Jumat (4/6) lalu. Febri mulanya menyampaikan kekhawatirannya jika KPK tidak independen dan dikuasai kekuatan politik tertentu.
"Kalau kita bicara dalam konteks 2024, ada yang lebih berbahaya sebenarnya ketika KPK tidak independen, kalau KPK bisa dikuasai oleh kekuatan-kekuatan tertentu, kalau KPK bisa dikuasai kekuatan politik tertentu sehingga dia tidak independen," kata Febri seperti dilihat detikcom, Minggu (6/6/2021).
Menurut Febri, ketidakindependenan KPK itu bisa membuat kontestasi politik di 2024 berjalan secara tidak fair. Dia menjelaskan kontestasi politik yang dimaksud bukan hanya Pilpres, tapi juga Pileg dan Pilkada.
"Kita tidak bisa bayangkan kontestasi politik akan berjalan secara fair di 2024 nanti, kontestasi politik ini jangan... orang kan berpikir hanya pilpres saja, padahal ada tiga kan sebenarnya di 2024. Kita tidak pernah bisa bayangkan sebuah lembaga antikorupsi yang independen digunakan untuk menghajar lawan-lawan politik," tuturnya.
Febri mengaku tidak bisa membayangkan jika KPK dikuasai kelompok tertentu yang kemudian menggunakan lembaga antirasuah itu untuk menghajar sang lawan politik. Jika itu terjadi, lanjutnya, oligarki--pemerintahan dijalankan oleh beberapa orang yang berkuasa dari golongan atau kelompok tertentu--akan semakin kuat.
"Maka yang terjadi adalah oligarki akan semakin kuat, karena tidak ada kontestasi politik yang fair, tidak ada keseimbangan oposisi yang kuat dan tidak ada pihak-pihak yang bisa berbeda dengan kekuasaan. Karena mereka bisa saja dihajar, salah satunya dengan tools lembaga pemberantasan korupsi yang tidak independen," papar Febri.
Karena itulah Febri menilai pentingnya independensi KPK. Dia khawatir polemik alih status pegawai KPK menjadi aparatur sipil negara (ASN) berujung hilangnya independensi KPK.
"Ini risiko-risiko yang saya kira perlu dihitung serius, sehingga kita bisa bilang ini bukan soal 75 saja, 75 adalah poin penting yang kita perjuangkan. Tapi ada yang lebih besar yaitu independensi KPK, karena ini bisa ke mana-mana sebenarnya, pandangan saya begitu dari 2 sisi," pungkas dia. []