GELORA.CO - Rencana pajak pertambahan nilai (PPN) untuk sembako bikin heboh. Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak pun buka suara menyikapi polemik ini.
Mengutip akun Instagram @ditjenpajakri, Ditjen Pajak menjelaskan faktanya adalah pengecualian dan fasilitas PPN yang diberikan saat ini tidak mempertimbangkan jenis, harga, dan kelompok yang mengonsumsi, sehingga menciptakan distorsi.
Contohnya, saat ini beras, daging, atau jasa pendidikan, apapun jenis dan harganya, semuanya mendapat fasilitas yang tidak dikenai PPN. Alhasil, karena mendapat fasilitas tidak dikenai PPN yang terjadi adalah konsumsi beras premium dan beras biasa sama-sama tidak kena PPN.
Konsumsi daging segar wagyu dan daging segara di pasar tradisional sama-sama tidak kena PPN. Les privat berbiaya tinggi dan pendidikan gratis sama-sama tidak kena PPN.
Menurut Ditjen Pajak konsumen barang-barang tersebut memiliki daya beli yang jauh berbeda, sehingga fasilitas PPN tidak dikenakan atas barang/jasa tersebut memicu kondisi tidak tepat sasaran.
"Orang yang mampu bayar justru tidak membayar pajak karena mengonsumsi barang/jasa yang tidak dikenai PPN," tulis akun Instagram Ditjen Pajak, dikutip Sabtu (12/6/2021).
Oleh sebab itu, menurut Ditjen Pajak, pemerintah menyiapkan RUU (Rancangan Undang-undang) Ketentuan Umum Perpajakan yang berisi konsep reformasi perpajakan, antaran lain tentang reformasi sistem PPN.
"Diharapkan sistem baru dapat memenuhi rasa keadilan dengan mengurangi distorsi dan menghilangkan fasilitas yang tidak efektif, sehingga dapat meningkatkan kepatuhan pajak dan optimalisasi pendapatan negara," terang Ditjen Pajak.(dtk)