GELORA.CO - Penyelenggaraan tes wawasan kebangsaan (TWK) sebagai proses alih status pegawai KPK menjadi aparatur sipil negara (ASN) merupakan hal wajar yang tidak perlu diperdebatkan.
Begitu dikatakan Direktur Eksekutif Pusat Studi Politik dan Kebijakan Strategis Indonesia (Polkasi), Stanislaus Riyanta merespon polemik 75 pegawai KPK yang dinyatakan tidak memenuhi syarat (TMS) usai menjalani TWK.
Bagi Stanislaus, angka 75 pegawai KPK yang TMS masih terbilang wajar. Sebab angkanya masih jauh lebih kecil ketimbang mereka yang lulus, yang berjumlah 1.274 orang. Tes menjadi tidak wajar jika hasilnya terbalik, artinya hanya 75 orang yang memenuhi syarat (MS) sementara yang TMS 1.274 orang.
“Seleksi atau tes, apalagi untuk menjadi ASN adalah hal yang wajar bahkan wajib, dan hasilnya sekitar 6 persen yang tidak lolos. Namanya sebuah tes tentu ada yang hasilnya MS dan TMS,” ujar Stanislaus, Senin (10/5).
"Yang tidak wajar adalah jika lebih banyak yang TMS. Bisa jadi instrument tesnya yang kurang tepat,” imbuhnya.
Dijelaskan dia, pelaksanaan TWK yang dilakukan BKN terdiri dari tiga indikator. Yaitu, indeks moderasi bernegara dan integritas, penilaiaan rekam jejak (profiling), dan wawancara.
Berdasarkan penjelasan KPK, lanjutnya, bahwa TWK digelar menggunakan multi metode dan multi asesor tertulis dan wawancara, kerjasama BKN dengan Dinas Psikologi AD, BNPT, BAIS dan Pusintelad.
“Lembaga yang menyelenggarakan TWK tersebut sudah teruji untuk melakukan tes atau seleksi. Tidak perlu lagi meragukan hasil TWK calon ASN KPK, tidak perlu menjadi perdebatan," pungkasnya.[rmol]