GELORA.CO - Kecaman demi kecaman mengarah ke tes wawasan kebangsaan bagi pegawai KPK untuk alih status sebagai ASN. Terbaru disebutkan adanya pertanyaan mengenai threesome hingga orgy.
Duh!
Perihal itu disampaikan dalam keterangan pers dengan narahubung Julius Ibrani selaku Sekjen PBHI, Muhammad Isnur dari YLBHI, dan Muhammad Hafiz selaku Direktur Eksekutif HRWG.
Dalam rilis itu tercantum sejumlah LSM mulai dari LBH Jakarta, Amnesty International Indonesia, ICJR, YLBHI hingga Imparsial. Mereka menamakan diri sebagai Koalisi Kebebasan Beragama Berkeyakinan.
"Tes Wawasan Kebangsaan ala KPK dengan Ketua Firli Bahuri diketahui memiliki persoalan karena seksis. Ternyata tes ini juga memiliki masalah terkait kebebasan beragama berkeyakinan," demikian tertulis dalam keterangan itu seperti dikutip, Senin (10/5/2021).
Julius Ibrani dari PBHI yang dimintai konfirmasi mengenai keterangan itu membenarkannya. Dalam keterangan itu tercantum sejumlah pertanyaan yang diduga ditanyakan pada pegawai KPK dalam tes wawasan kebangsaan. Berikut isinya:
1. 'Kamu alirannya netral atau bagaimana?' tetapi tidak dijelaskan aliran netral itu bagaimana. Ada yang bertanya balik apa yang dimaksud aliran dan pewawancara juga tidak bisa menjelaskan.
2. 'Bersedia lepas jilbab?' Dan jika tidak, dikatakan egois.
3. 'Ikut pengajian apa? Ustadz idola/favoritnya siapa?'
4. 'Hari minggu ada kegiatan apa?'
5. Ditanya pendapat tentang LGBTQ
6. Ditanya tentang mengucapkan Natal
7. Ditanya pendapat soal free sex. Saat ada yang menjawab tidak masalah kalau bukan anak-anak, konsensual dan di ruang privat, ditanya lagi, 'Kalau threesome bagaimana? Kalau orgy bagaimana?'
8. 'Kenapa belum menikah?' Kemudian ada yang diceramahi, 'Nikah itu enak, saat capek pulang kerja ada istri yang melayani buat ngasih minum, nyiapin, dll', atau 'Jangan banyak milih buat pasangan nikah, ini saya ngasih saran aja lo'
9. Ditanya mengenai donor darah.
"Pertanyaan-pertanyaan di atas jelas telah bertentangan dengan kebebasan seseorang untuk memiliki keyakinan tertentu terhadap ajaran suatu agama. Seseorang tidak dapat dinilai atas apa yang dipikirkan dan diyakininya," ucapnya.
Untuk itu Koalisi Kebebasan Beragama Berkeyakinan itu menyatakan 3 sikap yaitu:
1. Pimpinan KPK, Firli Bahuri dkk, segera membatalkan hasil tes dari tes yang bertentangan dengan UUD 1945 dan hak asasi manusia ini.
2. Dewan pengawas untuk segera memeriksa Pimpinan KPK, Firli Bahuri dkk, atas skandal upaya penyingkiran pegawai KPK atas dasar diskriminasi agama, keyakinan dan gender.
3. Presiden segera memerintahkan dan memastikan hasil tes tersebut tidak digunakan karena memiliki kecacatan bertentangan dengan UUD 1945 dan HAM.
Pembelaan Ketua KPK
Ketua KPK Firli Bahuri pernah menegaskan bila tes wawasan kebangsaan itu semata sebagai perintah UU KPK yang baru yaitu UU Nomor 19 Tahun 2019 agar status pegawai KPK beralih sebagai ASN. Dia mengatakan tak ada niat mengusir pegawai dari KPK lewat tes itu.
"Selanjutnya tentu kami segenap insan KPK ingin menegaskan pada kesempatan sore hari ini, tidak ada kepentingan KPK, apalagi kepentingan pribadi maupun kelompok, dan tidak ada niat KPK untuk mengusir insan KPK dari lembaga KPK. Kita sama-sama berjuang untuk memberantas korupsi, kita sama-sama lembaga sebagai penegak undang-undang," ucap Firli.
Dia menegaskan keputusan di KPK diambil secara kolektif. Firli mengaku tak ada keputusan yang bersifat pribadi.
"Pimpinan KPK adalah kolektif kolegial sehingga seluruh keputusan yang diambil adalah bulat dan kita bertanggung jawab secara bersama-sama," ujar Firli.
Sedangkan mengenai beragam pertanyaan yang muncul dalam tes pegawai itu KPK melemparkan 'bola panas' kepada penyelenggara asesmen, yakni Badan Kepegawaian Negara (BKN).
"Komisi Pemberantasan Korupsi bukan merupakan penyelenggara asesmen. Seperti dijelaskan sebelumnya, asesmen tes wawasan kebangsaan ini diselenggarakan oleh Badan Kepegawaian Negara (BKN)," ucap Plt Jubir KPK Ali Fikri kepada wartawan, Sabtu (8/5).
Dia mengatakan BKN turut melibatkan sejumlah instansi, seperti BIN, BAIS-TNI, Pusintel TNI AD, Dinas Psikologi TNI AD, hingga Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT). Ali menyebut semua materi berupa soal serta pertanyaan saat wawancara disusun BKN bersama lembaga-lembaga tersebut.
"Semua alat tes berupa soal dan materi wawancara disusun oleh BKN bersama lembaga-lembaga tersebut. Sebelum melaksanakan wawancara, telah dilakukan penyamaan persepsi dengan pewawancara dari beberapa lembaga tersebut," ucapnya.
Merasa disudutkan oleh KPK dengan lemparan 'bola panas', BKN pun buka suara. Menurut BKN, ada beberapa perbedaan dalam tes terhadap pegawai KPK.
BKN mengawali penjelasan dengan menyebut tes alih status dilakukan berdasarkan UU nomor 19 tahun 2019 tentang KPK, PP 41/2020 tentang Pengalihan Pegawai KPK menjadi Pegawai ASN serta Peraturan KPK nomor 1/2021 tentang Tata Cara Pengalihan Pegawai KPK menjadi ASN.
BKN kemudian menyebut pegawai KPK harus memiliki sejumlah persyaratan untuk menjadi ASN. Antara lain, setia dan taat pada Pancasila, UUD 1945, NKRI dan Pemerintah yang sah, tidak terlibat kegiatan organisasi yang dilarang pemerintah dan atau putusan pengadilan, serta memiliki integritas dan moralitas yang baik.
"Selanjutnya, berdasarkan amanat Pasal 5 ayat (4) Peraturan Komisi Pemberantasan Korupsi No 1 Tahun 2021 tentang Tata Cara Pengalihan Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi Menjadi Pegawai Aparatur Sipil Negara, maka dilaksanakan asesmen tes wawasan kebangsaan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi bekerja sama dengan Badan Kepegawaian Negara," ujar Kepala BKN Bima Haria Wibisana dalam keterangan tertulis yang diteken oleh Plt Kepala Biro Humas, Hukum dan Kerja Sama BKN, Paryono, Sabtu (8/5).
TWK itu disebut berbeda dengan TWK pada entry level karena orang-orang yang ikut TWK telah memiliki rekam jejak serta jabatan tinggi di KPK. BKN menyebut TWK dilakukan dengan metode assessment center yang juga dikenal sebagai multi-metode dan multi-asesor.
Menurut BKN, ada tiga aspek yang diukur dalam TWK. Ketiga aspek tersebut adalah integritas, netralitas dan antiradikalisme. BKN menyebut ada 1.349 peserta yang ikut TWK.
"Penentuan hasil penilaian akhir dilakukan melalui Assessor Meeting. Oleh karena itu, metode ini menjamin bahwa tidak ada satu orang asesor pun atau instansi yang terlibat yang bisa menentukan nilai secara mutlak sehingga independensinya tetap terjaga. Dalam pelaksanaan asesmen juga dilakukan perekaman baik secara video maupun audio untuk memastikan bahwa pelaksanaan asesmen dilakukan secara obyektif, transparan dan akuntabel," ujar BKN.(dtk)