GELORA.CO - Saksi ahli hukum pidana dari Universitas Trisaksi, Dian Adriawan, dihadirkan dalam sidang lanjutan dengan terdakwa Habib Rizeq Shihab di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Kamis (6/5/2021). Dian menyebutkan, Pasal 160 KUHP yang didakwakan kepada terdakwa tidak tepat karena pasal itu merupakan terjemahan bahasa Belanda dan tidak memiliki arti kata yang utuh.
"Dalam kamus bahasa Indonesia - Belanda, itu artinya memaksa bertindak. Kalau kita melihat kata menghasut, dalam kamus bahasa Indonesia, itu artinya membangkitkan hati orang supaya marah, memberontak dan sebagainya," kata Dian.
Dian menjelaskan, dalam kerumunan Petamburan dan Megamendung warga datang secara naluriah karena hendak mengikuti kegiatan peringatan Maulid Nabi SAW dan peletakan batu pertama di Pondok Pesantren Agrokultural Markaz Syariah. "Undangan untuk menghadiri acara keagamaan bukan merupakan tindak penghasutan," ujarnya.
Oleh karena itu, penghasutan yang dimaksud dalam Pasal 160 KUHP tidak sesuai lantaran memiliki konotasi negatif. Sebab, lanjut dia, dalam kegiatan itu tidak bertujuan membuat kerusuhan. "Pengertian dari pada Pasal 160 ini berbeda dengan maksud yang sebenarnya. Jadi kata menghasut itu membangkitkan hati orang supaya marah, melawan, atau memberontak," katanya.
Sebagaimana diketahui dalam kasus kerumunan Petamburan, Habib Rizieq didakwa telah melakukan penghasutan hingga ciptakan kerumunan di Petamburan dalam acara pernikahan putrinya dan Maulid Nabi Muhammad SAW.
Selanjutnya dalam kasus kerumunan Megamendung, Habib Rizieq didakwa telah melanggar aturan kekarantinaan kesehatan dengan menghadiri acara di Pondok Pesantren Agrokultural Markaz Syariah, Megamendung, Puncak, Kabupaten Bogor pada 13 November 2020. []