Ramai Kritik Gara-gara Urusan Qunut di Tes ASN Pegawai KPK

Ramai Kritik Gara-gara Urusan Qunut di Tes ASN Pegawai KPK

Gelora Media
facebook twitter whatsapp


GELORA.CO - KPK menggelar tes alih pegawai menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN). Muncul doa qunut saat salat pada pertanyaan. Sejumlah pihak pun mengecam soal itu.

Perihal pertanyaan itu, detikcom menerima cerita dari salah seorang pegawai yang mengikuti tes. Apa saja pertanyaannya?

"Ya ditanya subuhnya pakai qunut apa nggak? Ditanya Islam-nya Islam apa? Ada yang ditanya kenapa belum nikah, masih ada hasrat apa nggak?" ujar pegawai KPK itu, Rabu (5/5/2021).


Atas pertanyaan itu, pegawai KPK mengaku heran. Ragam pertanyaan itu muncul saat sesi wawancara.

"Ditanya kalau anaknya nikah beda agama gimana," sambungnya.

Total ada 1.349 pegawai KPK yang mengikuti asesmen itu. Mereka merupakan pegawai yang direkrut KPK secara independen melalui program 'Indonesia Memanggil'.

Pertanyaan itu kemudian mendapat kritikan. Adalah MUI menilai bahwa pertanyaan itu tidak toleran. Sebab, doa qunut dalam salat bukanlah hal yang pokok. Boleh dilaksanakan dan boleh tidak dilaksanakan pula.

"Saya tidak tahu betul bentuk pertanyaannya tentang qunut itu seperti apa. Apakah pertanyaannya berupa 'apakah anda qunut atau tidak?' Lalu kalau yang ditanya menjawab dia qunut atau tidak qunut pertanyaan saya jawaban mana yang dianggap benar oleh KPK, apakah yang membaca qunut atau tidak? Begitu KPK membenarkan salah satunya dan menyalahkan yang lain maka KPK menurut saya sudah tidak mencerminkan dirinya sebagai lembaga negara dan telah melanggar Pasal 29 ayat 2 UUD 1945 yang berbunyi: 'Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu'," kata Anwar Abbas kepada wartawan, Kamis (6/5/2021).

Anwar menekankan bahwa membaca doa qunut saat salat adalah pilihan. Dia menekankan bahwa ada pandangan yang mengharuskan doa qunut di salat dan ada yang tidak.

"Di dalam Islam ketika salat subuh ada pandangan yang mengharuskan seseorang membaca qunut tapi juga ada pihak lain yang menyatakan tidak harus. Lalu bagaimana kita melihat masalah ini?" katanya.

"Oleh MUI masalah qunut ini dilihat sebagai masalah furu'iyah (cabang) bukan masuk ke dalam masalah yang bersifat ushuliyyah (pokok). Dalam hal yang terkait dengan masalah-masalah furu'iyah ini kemungkinan berbedanya sangat tinggi," tuturnya.

Anwar Abbas mengatakan hal yang bersifat furu'iyah itu harus mengedepankan toleransi. KPK, kata Anwar, harus menghormati hal itu.

"Oleh karena itu, MUI menyarankan dalam hal yang terkait dengan adanya perbedaan dalam masalah furu'iyah kita harus bertoleransi. Untuk itu, lembaga negara dalam hal ini KPK harus menghormatinya," tutur dia.


Anwar meminta KPK agar tak membuat soal yang berpotendi membelah umat. Dia mewanti-wanti KPK agar tak melanggar konstitusi.

"Oleh karena itu, KPK dalam tesnya jangan membuat soal-soal yang masalahnya masuk ke dalam ranah yang memang dimungkinkan berbeda (majalul ikhtilaf). Karena membenarkan yang satu dan menyalahkan yang lain dalam hal tersebut berarti KPK telah tidak lagi menghormati konstitusi dan pandangannya jelas tidak sesuai dengan sikap dan pandangan MUI, tapi bisa sejalan dengan pandangan kelompok tertentu dan bertentangan dengan kelompok tertentu lainnya," kata dia.

"Dan kalau sudah seperti itu yang terjadi maka KPK akan terseret menjadi lembaga negara yang memecah belah umat dan itu bertentangan dengan tugas dan misinya. Untuk itu saya meminta soal tersebut dianulir atau jawaban semua peserta yang di tes untuk nomor tersebut dinyatakan benar semua," kata dia.

Muhammadiyah: Qunut untuk Mengukur Apa?


Kritikan juga datang dari PP Muhammadiyah. Ketua PP Muhammadiyah, Dadang Kahmad mempertanyakan soal itu.

"Untuk mengukur apa, gitu? Apa mengukur dia kelompok tertentu gitu? Kalau qunut lulus, kalau tidak qunut tidak lulus, gitu?" kata Dadang Kahmad kepada wartawan, Kamis (6/5).

Dadang mengatakan bacaan doa qunut dalam salat adalah salah satu praktik yang beragam dalam ajaran Islam. Dadang meminta agar hal itu dihormati.

"Ini (qunut) ikhtilaf, saling menghormati keyakinan praktik ibadah masing-masing, karena di tengah kaum muslimin memang banyak sekali praktik yang sangat berlainan dan itu dijamin oleh Allah. Kita harus saling menghormati satu sama lain," jelasnya.

"Oleh karena itu sebaiknya jangan dijadikan ukuran keislaman seseorang. Karena qunut subuh itu perkara sunah, mungkin ada yang tidak, ada yang iya," tambahnya.

Warga Muhammadiyah, kata Dadang, memang tidak mewajibkan qunut sebagai bagian dari salat Subuh, tapi tetap menghormati keyakinan atau pendapat yang lain. Dadang mengatakan setiap pendapat memiliki dalil yang diyakini sehingga tidak perlu dipersoalkan.

"Kalau memang itu benar ditanyakan, saya juga tidak pasti, saya kira tidak usah. Karena kelompok keagamaan itu kan bermacam-macam, orang yang moderat bermacam-macam juga, ada yang qunut ada yang tidak. Kalau ukurannya radikal dengan tidak radikal juga salah. Banyak orang yang tidak radikal yang tidak qunut, yang moderat," sebut Dadang.

Dadang meminta soal qunut itu harusnya tidak menjadi pertanyaan. Dadang menekankan pertanyaan itu bisa disebut sebagai memaksakan ideologi.

"Kalau menjadi pertanyaan kan memaksakan ideologi, seperti memaksakan kehendak. Yang disebut radikal itu kan yang memaksakan keyakinan pada orang lain," tuturnya.(dtk)
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita