OLEH: SALAMUDDIN DAENG
PRODUKSI minyak nasional terus turun. Produksi menurun telah lebih dari 100 persen dalam dua dekade terakhir.
Produksi minyak nasional tahun 2000 sebanyak 1,4 -1,5 juta barel sehari, sekarang sudah berada di bawah 700 ribu barel sehari. Sebelum Presiden Jokowi berkuasa, produkai minyak mentah nasional di atas 800 ribu barel sehari.
Saban hari alasannya cuma satu sumur tua, sumur mengering. Padahal tugas negara melalaui lembaga negara mulai dari presiden sampai menteri adalah menggali sumur minyak itu.
Jadi kalau tidak menggali sumur minyak Kementerian ESDM seabrek lembaga yang mengurusi minyak ini ngapain aja?
Kalau sumur Indonesia mengering, mengapa sumur di negara penghasil minyak lain makin berminyak? Ini pertanyaan kasar, jangan-jangan minyak Indonesia sebagian besar malah dicolong ya?
Pada masa pemerintahan Jokowi, Indonesia mengalami penurunan tertinggi. Karena sepanjang zaman ini, tidak pernah produksi minyak naik.
Ada apa dengan kinerja menteri-menteri Presiden Jokowi? Mengapa mereka tidak memiliki kemampuan membuat terobosan sama sekali. Apakah mereka doyan mengeluarkan izin minyak impor karena banyak ketebelece dan konstanta tidak jelas dalam urusan impor ini?
Jika melihat chart produksi minyak nasional, termasuk asumsi produksi minyak yang diajukan Menteri ESDM ke DPR, maka langkah segera yang harus dilakukan Jokowi adalah mengevaluasi Menteri ESDM, apa yang dia kerjakan.
Presiden juga harus memikirkan membekukan Satuan Kerja Khusus Migas (SKK) Migas bentukan presiden sebelumnya, SBY. Keberadaan lembaga ini sudah seperti parasit yang membebani organisasi politik migas Indonesia.
Semoga presiden segera bertindak.
(Penulis adalah Pengamat dari Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI)