GELORA.CO - Direktur Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Universitas Andalas, Feri Amsari menyoroti pertanyaan pada soal tes alih status pegawai KPK menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN). Feri menyebut soal pernyataan tes terdapat soal Front Pembela Islam (FPI) dan Habib Rizieq Shihab (HRS).
"Tes berisi hal yang janggal dan mengada-ngada. Misalnya pertanyaan terkait FPI dan pendapat pegawai terhadap program pemerintah padahal pegawai tidak boleh secara etis berurusan dengan perdebatan politik dan mereka tidak boleh menunjukkan dukungan atau tidak dukungan terhadap program-program pemerintah karena bisa saja program itu terkait kasus korupsi," kata Feri kepada wartawan, Selasa (4/5/2021).
Mengenai kejanggalan pertanyaan itu, Feri menyebut dirinya mendengar langsung dari pegawai KPK yang telah mengikuti tes. Feri mengatakan tes itu tidak sesuai dengan UU Nomor 19 Tahun 2019. Dia juga mendengar pada soal itu ada nama Habib Rizieq Shihab.
"Tes tidak sesuai dengan UU KPK yang baru karena tidak terdapat ketentuan mengenai tes alih status. Keinginan tes lebih banyak dari kehendak pimpinan KPK melalui peraturan komisi. Sehingga secara administrasi bermasalah," kata dia.
"Saya dengar begitu (soal Habib Rizieq Shihab)," jelasnya.
Feri menyebut tes alih status pegawai KPK menjadi ASN ini sebagai bentuk kezaliman dan kesewenang-wenangan yang dilakukan penyelenggara. Sebab tes dilakukan secara tertutup.
"Tes merupakan bentuk kezaliman dan kesewenang-wenangan penyelenggara karena selain dilakukan tidak terbuka sebagaimana tes PNS lainnya juga dilakukan berulang-ulang kepada pegawai karena itu tes kesekian kalinya.
Mana ada orang dites berkali-kali seperti pegawai KPK. Apalagi tertutup. KPK kalah dengan lembaga lain yang tesnya hasilnya dibuka setelah tes berlangsung," tutur dia.
Lebih lanjut, Feri menyebut tes yang dilakukan KPK ini untuk mencoret tokoh senior yang memperjuangkan antikorupsi. Seperti figur yang tengah menangani perkara korupsi.
"Tes ini merupakan cara untuk membenarkan pencoretan figur-figur yang sedang menangani perkara mega korupsi, Kasatgas kasus-kasus yang melibatkan para politisi dan orang yang menjabat di posisi internal yang penting bagi integritas KPK di masa depan," sebut dia.
Sebelumnya, beredar kabar sejumlah pegawai KPK termasuk Novel Baswedan tidak lolos asesmen tes wawasan kebangsaan untuk alih status sebagai ASN. Hasil itu sudah dikantongi KPK tapi sampai saat ini belum disampaikan ke publik.
"KPK benar telah menerima hasil asesmen wawasan kebangsaan yang diserahkan pihak BKN (Badan Kepegawaian Negara) RI tanggal 27 April 2021," kata Plt Juru Bicara KPK, Ali Fikri, kepada wartawan, Senin (3/5/2021).
Penyidik senior KPK Novel Baswedan mendengar kabar tidak lolosnya sejumlah pegawai KPK melalui tes alih status sebagai ASN. Novel sendiri juga sebagai bagian dari pegawai yang tidak lolos.
"Cuma itulah aku paham tapi nanti begitu disampaikan itu benar baru bisa dikonfirmasi kan tapi rasanya kayak begitu sih," kata Novel, Selasa (4/5/2021).
"Mereka maunya begitu tapi itu kan sudah lama, upaya-upaya cuma yang berbeda yang diduga berbuat pimpinan KPK sendiri, kan lucu," imbuhnya.
Sementara itu, Sekretaris Jenderal (Sekjen) KPK Cahya Hardianto Harefa merespons kabar pemecatan pegawainya yang tidak lolos tes wawasan kebangsaan (TWK). Cahya memastikan hasil asesmen TWK masih tersegel.
"Saat ini hasil penilaian asesmen TWK tersebut masih tersegel dan disimpan aman di Gedung Merah Putih KPK dan akan diumumkan dalam waktu dekat sebagai bentuk transparansi kepada seluruh pemangku kepentingan KPK," kata Cahya dalam keterangan tertulis, Selasa (4/5).(dtk)