OLEH: SALAMUDDIN DAENG
BBM nonsubsidi makin dominan jumlahnya di pasar Indonesia, namun peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) yang mengatur harga masih sangat sumir.
Tidak jelas dan menunjukkan bahwa seolah-olah menteri tidak mau bertanggung jawab terhadap urusan harga barang yang berkaitan dengan hajat hidup orang banyak ini.
Bayangkan perusahaan-perusahaan swasta menaikkan harga BBM nonsubsidi jauh berada di atas harga yang dijual oleh BUMN Pertamina. Harga jual perusahaan swasta konon tidak diatur oleh regulasi negara.
Sementara harga jual BBM nonsubsidi Pertamina wajib lapor kepada Menteri ESDM. Namun karena BBM ini bersifat nonsubsidi, maka secara hukum pemerintah dalam hal ini Menteri ESDM tidak bisa mengintervensi harga.
Menjadi aneh dalam peraturan Menteri ESDM Nomor 62.K/12/MEM/2020 tentang Formula Harga Dasar Dalam Perhitungan Harga Jual Eceran Jenis Bahan Bakar Minyak Umum dan Minyak Solar Yang Disalurkan Melalui Stasiun Bahan Bakar Umum Dan/Atau Stasiun Bahan Bakar Nelayan, ditetapkan bahwa BUMN Pertamina wajib melaporkan kenaikan atau penurunan harga kepada Menteri ESDM.
Namun kewajiban melapor atau keharusan melapor tidak ditindaklanjuti oleh suatu surat keputusan apapun dari Menteri ESDM mengenai harga BBM nonsubsidi ini.
Jadi kewajiban melapor maksudnya apa? Apakah cuma “cincai” saja atau kewajiban yang bersifat mengikat?
Oleh karena itu, pemerintah perlu membuat suatu peraturan yang bersifat pasti mengenai harga BBM nonsubsidi ini. Peraturan ini harus mengikat kepada pihak swasta maupun BUMN Pertamina.
Sehingga pemerintah harus bertanggung jawab atas harga BBM nonsubsidi. Kalau memang swasta dan Pertamina menjual BBM nonsubdisi berapa harga yang layak dan menguntungkan buat mereka? Harus dipastikan oleh pemerintah.
Jangan sampai hanya swasta yang untung oleh suatu kebijakan yang dikeluarkan oleh negara, tapi BUMN merugi. Semoga presiden lekas tanggap.
(Penulis adalah Pengamat dari Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI)