GELORA.CO - Politikus Partai Demokrat, Rachland Nashidik, melontarkan sindiran 'Madam Bansos' kepada Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP).
Dia menyatakan hal itu setelah Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto, menjuluki Presiden ke-6 Republik Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono, sebagai 'Bapak Bansos'.
Ia menyebut bantuan sosial (bansos) merupakan instrumen penting dalam kesejahteraan rakyat Indonesia.
"Saya senang Hasto sebut SBY 'Bapak Bansos'. Bagi SBY, Bansos itu instrumen bagi kesejahteraan sosial karena pasar tak sensitif dengan kemiskinan," ucap Rachland lewat akun Twitternya @RachlandNashidik, Jumat (28/5).
Selain itu, dalam cuitannya Rachland juga menyinggung penyimpangan bansos yang dilakukan oleh beberapa politikus PDIP. Ia menyebut, bansos bagi PDIP dipandang sebagai instrumen elektoral.
Salah satu politikus PDIP yang disebut Rachland adalah Juliari Batubara. Juliari tersandung korupsi bansos kasus Covid-19 saat menjabat sebagai Menteri Sosial.
Selain Juliari, Rachland juga menyinggung soal 'Madam bansos.' Ia tak menyebut siapa 'Madam bansos' yang dimaksud dalam cuitannya.
Sebagaimana tersebar di media sosial, julukan madam bansos merujuk pada salah satu petinggi PDIP.
"Bagi PDIP, Bansos justru instrumen elektoral. Tak percaya? Coba Hasto tanya Mensos Juliari atau, bila dicegah KPK, pada Madam Bansos," tulisnya.
Hasto mengatakan pada pemilu 2009, SBY menggunakan politik bansos seperti yang dilakukan oleh mantan Perdana Menteri Thailand, Thaksin Shinawatra.
Dia mengatakan julukan itu berdasarkan pada hasil penelitian Markus Mijnar yang menunjukan terdapat aliran uang US$2 miliar dari Juni 2008 hingga Februari 2009. Uang itu dipakai untuk bansos demi tujuan politik karena meniru strategi Thaksin.
Akan tetapi, dengan pengeluaran itu akhirnya Anggaran Pendapatan Belanja Negara menjadi kritis.
"Pada 2009 saya jadi saksi bagaimana manipulasi dapat itu dilakukan, bagimana politik bansos ala Thaksin itu dilakukan sehingga ada yang menjuluki SBY itu 'Bapak Bansos Indonesia," kata Hasto dalam diskusi yang digelar PARA Syndicate, Jumat (28/5). (*)