GELORA.CO - Otoritas penyelenggara ibadah Haji dari pemeritah Arab Saudi mengeluarkan syarat sudah divaksin Covid-19 kepada jamaah Haji untuk bisa datang ke Tanah Suci Mekkah.
Di dalam aturan tersebut pemerintah Arab Saudi menetapkan jamaah Haji yang divaksinasi oleh sejumlah produk vaksin diperbolehkan mengikuti serangkaian ibadah Haji.
Sementara itu, ada beberapa produk vaksin yang digunakan warga di beberapa negara, termasuk jamaah Haji Indonesia, belum bisa mengikuti ibadah Haji yang akan berlangsung dua bulan mendatang.
Direktur utama PT. Bio Farma (Persero) Honesti Basyir mengungkapkan, pemerintah Arab Saudi memang telah menetapkan vaksin untuk para jemaah haji, salah satunya yang disetujui pemerintah Arab Saudi yakni vaksin AstraZaneca.
“Benar bahwa pemerintah Arab Saudi sudah menetapkan ada beberapa jenis vaksin yang akan digunakan untuk menerima jemaah haji dari beberapa negara," ujar Honesti dalam rapat kerja bersama Komisi IX DPR RI, Kamis (20/5).
Namun, Honesti menerangkan bahwa sejumlah produk vaksin yang sudah digunakan di Indonesia belum masuk ke dalam kategori syarat diperbolehkannya jamaah Haji Indonesia untuk berangkat ke Mekkah.
Di dalam negeri, pemerintah memiliki tujuh komitmen dengan tujuh perusahaan vaksin luar negeri untuk menyediakan stok kebutahan vaksinasi di Indonesia. Di antaranya, Vaksin Sinovac, PT Bio Farma, Novavax, Oxford-AstraZeneca, Pfizer-BioNTech, Moderna dan Sinopharm.
Tetapi dari ketujuh vaksin tersebut, pemerintah baru menerima dan menggunakan sebagian produk yang aturan dosisnya sudah diterima otoritas di Indonesia, dalam hal ini BPOM. Antara lain: Sinovac, PT Bio Farma, Oxford-AstraZeneca dan Sinopharm.
Honesti menyebutkan, dari mayoritas produk vaksin yang sudah digunakan di Indonesia, belum ada satu pun yang memenuhi syarat keberangkatan Haji. Kecuali, AstraZeneca yang belum lama ini ditunda pemberian dosis keduanya karena terdapat kasus klinis atau efek penggunaan di sejumlah negara.
"Dan memang belum satupun vaksin yang kita gunakan saat ini masuk (syarat perjalanan haji), kecuali AstraZeneca. Yang vaksin dari China memang belum,” ungkapnya.
Atas dasar tersebut, Honesti memandang perlu adanya diplomasi Goverment toGoverment (G2G) antara pemerintah Indonesia dan Arab Saudi, guna melobi soal produk vaksin yang digunakan Jemaah haji Indonesia bisa diterima di tanah suci.
Disamping itu, Honesti menyebutkan bahwa untuk saat ini vaksin yang sudah digunakan warga Indonesia dan mendapatkan izin dari WHO seperti Sinopharm, bisa masuk atau diperbolehkan otoritas Mekkah.
Namun untuk supaya jamaah Haji yang divaksin Sinovac bisa diberangkatkan, BPOM berusaha mendorong perusahaan pemroduksi vaksin asal China ini agar bisa melengkapi data yang diminta WHO sebagai persyaratan persetujuan emergency use list (EUL).
Honesti menerima informasi bahwa Sinovac sudah melengkapi datanya, dan kemungkinan pada awal atau pertengahan Juni Sinovac sudah mendapatkan EUL dari WHO.
“Sehingga nanti bisa menjadi dasar kita berkomunikasi dengan pemerintah Arab Saudi, Sinovac, Sinopharm, dan semua vaksin yang digunakan di Indonesia layak untuk menjadi persyaratan,” imbuhnya.
"Kami berkeyakinan, karena jumlah Haji di Indonesia paling besar di dunia, masak mereka delay karena masalah politik vaksin. Kami sudah menyampaikan ke Kemenlu dan Kemenkes untuk bisa dimulai diplomasi ini dengan pemerintah Arab Saudi,” tandasnya.
Berdasarkan informasi yang dihimpun redaksi, dari ketujuh macam vaksin Covid-19 yang disetujui Indonesia, baru ada sebagian yang disertifikasi atau menerima emergency use list (EUL) oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
Vaksin-vaksin yang sudah mendapat EUL tersebut yakni Pfizer-BioNTech, Oxford-AstraZeneca, Moderna, dan Sinopharm.
Sementara itu, sejumlah vaksin lainnya akan menyusul untuk mendapatkan EUL. Termasuk Vaksin Sinovac dan PT Bio Farma, yang rencananya akan mendapatkan izin pada Mei 2021.
Adapun untuk vaksin Novavax diketahui masih dalam proses pengujian WHO. []