GELORA.CO - Polisi mengamankan puluhan anarko di demo peringatan May Day di depan kantor Indonesia Labour Organization (ILO), Thamrin, Jakarta siang tadi. Mereka diduga hendak merusuh di demo Hari Buruh.
"22 orang anak anarko diamankan," kata Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Yusri Yunus kepada wartawan di Jakarta, Sabtu (1/5/2021).
Menurut Yusri, anarko ini bergabung dengan kelompok massa buruh.
"Iya itu di ILO mau bergabung dengan kelompok buruh-butuh," ucapnya.
Polisi menyebut kelompok anarko sindikalis ini menyusup di massa demo. Mereka diduga hendak merusuh.
"Mereka biasa diduga ada indikasi buat kerusuhan," katanya.
Namun sebelum terjadi kerusuhan, polisi mengamankan puluhan orang ini. Saat ini mereka sedang diperiksa polisi.
"Seperti biasa mereka ada dugaan mau buat kerusuhan makanya kita amankan, kita periksa," katanya.
Sebelumnya diketahui, massa buruh berunjuk rasa memperingati May Day atau Hari Buru 1 Mei di 3 titik yakni di Patung Kuda, depan kantor ILO dan depan Gedung MK. Ada sejumlah tuntutan yang disuarakan oleh massa buruh, salah satunya terkait UU Cipta Kerja.
Wakil Presiden KSPI Riden Hatam Aziz mengatakan selain turun ke jalan untuk demo, pihaknya hari ini akan menyampaikan petisi protes mereka terkait UU Cipta Kerja ke Mahkamah Konstitusi (MK) dan Istana Negara. Riden mengklaim pihaknya nantinya akan diterima oleh perwakilan Kantor Staf Presiden (KSP).
"Info yang kami dapat Sekjen yang akan menerima, selesai di MK kami akan ke Istana Negara di Istana Negara kami dapat konfirmasi Insyaallah bisa diterima KSP. Kami hormati nggak ada dialog kami sampaikan petisi kami terhadap UU Nomor 11 tahun 2020," kata Riden di kawasan Patung Kuda, Jakarta Pusat, Sabtu (1/5/2021).
Riden mengatakan pihaknya ada sekitar 200 massa buruh yang tergabung dalam serikatnya turun ke kawasan Patung Kuda hari ini. Dia menyebut secara internal pihaknya memang membatasi massa yang hadir mengingat masih adanya pandemi virus Corona.
Terkait gugatan terhadap UU Cipta Kerja, Riden menyebut ada sejumlah aturan di UU tersebut yang dinilai merugikan kaum buruh. Salah satunya adalah berkaitan dengan upah minimum sektoral para buruh.
"Sekarang UU 11 tahun 2020 ini, kami menyatakan telah terjadi degradasi bahkan telah terjadi penurunan yang luar biasa. Contohnya, upah minim sektoral sudah dihilangkan. Kemudian UMK juga ada kata dapat/menetapkan. Kata dapat itu bisa tidak," sebut Riden.
"Bahwa di UU 11 ini, status hubungan kerja itu sangat liberal, sangat bebas, yaitu yang disebut PKWT," sambungnya.(dtk)