GELORA.CO - Partai Demokrat (PD) DKI Jakarta mengkritik kebijakan pelarangan ziarah makam. PD menilai pelarangan makam itu berdampak kepada pedagang kembang.
"Terus belum termasuk korban-korbannya, pedagang kembang musiman. Makanya pedagang kembang musiman itu dia adalah orang yang jauh dari sekitar makam situ, dagangannya paling masa-masa ziarah gini.
Mereka dapat duit lebih banyak dibandingkan hari-hari biasa. Karena dia dagang kembang dia dapat hasil paling tidak dia nyaman dua bulan ke depan," kata Anggota Fraksi Partai Demokrat (PD) DPRD DKI Jakarta, Mujiyono kepada wartawan, Sabtu (15/5/2021).
Ketua Komisi A DPRD DKI Jakarta itu menyoroti sosialisasi kebijakan ini. Lambatnya sosialisasi ini berdampak pada pedagang kembang.
"Bayangkan dengan sosialisasi yang lambat, mereka udah belanja dibela-belain nggak beli baju buat anaknya, buat belanjaan kembang dulu deh, ntar beli baju kalau habis dagang. Sekarang kembangnya itu layu membusuk, itu efek yang lain itu dari pedagang kembang. Belum lagi efek yang bersih-bersih, yang baca doang. Ini kebijakan yang sensitif itu berpikirnya panjang," jelas dia.
Oleh sebab itu, Mujiyoni meminta Pemprov DKI memberikan ganti rugi kepada pedagang kembang. Ganti rugi bisa diberikan melalui modal usaha.
"Kan saran saya ganti rugi. Bukan uang tapi pemodalan UMKM. Kan ada stimulus PEN. Banyak dan menimpa rakyat kecil. Mereka nunggu beli baju lebaran buat belanja modal. Sekarang layu dan busuk, nggak bisa dijual," kata dia," kata dia.
Mujiyono mengatakan harusnya TPU tetap dibuka. Namun diberikan pengaturan mengenai jam buka dan kapasitas.
"Untuk yang ziarah nih, bisa kan diatur jamnya, bisa nggak? Daftar jauh-jauh hari ke JAKI kan bisa tu, ditambah fitur pendaftaran ziarah misalkan karena kebijakannya akandilarang, orang ziarah kan nggak lama. Artinya dalam sehari bisa berapa kalau dibikin 15 menit, anggaplah 2 jam itu kalau dimulai dari jam 7 pagi sampai jam 5 sore itu paling nggak ada 5 kelompok peziarah per dua jam. Terus kalau mau diatur. Jadi dengan cara begitu Pemprov, Dinas Taman, Satpol PP dan seterusnya bisa membolehkan tapi udah diantisipasi kerumunannya," kata dia.
"Jangan melarang bos, ini mah kebijakan yang sensitif itu pertimbangannya harus benar-benar matang, ini kan sensitif bos, agama, tradisi, susah kalau mau misalkan mau saklek," lanjutnya.(dtk)