JAUH sebelum negara Israel Modern, di sana sudah pernah berdiri negara Israel pada zaman klasik, yaitu ketika negara Israil digagas dan dikembangkan oleh Syaul atau al-Qur’an menyebutnya dengan Thalut pada tahun 1025 SM. Ia menjadi pemimpin untuk seluruh Bani Israil yang bersuku-suku tersebut.
Pada masanya, banyak terjadi peperangan, seperti perang menakluk bangsa Amun di wilayah Timur Yordania; peperangan melawan bangsa Palestina yang ketika itu dipimpin oleh Goliath (al-Quran menyebutnya dengan raja Jalut).
Konon rupanya dalam pasukan Syaul atau Thalut ikut serta Daud AS yang ketika itu masih sangat muda dan ia pula yang berhasil membunuh Jalut dalam peperangan tersebut.
Ketika itu, sebagian kecil Palestina dapat dikuasi pasukan Syaul/Thalut. Pasca Thalut, Nabi Daud AS yang menjadi pemimpin Bani Israil. Dengan demikian Palestina sudah berada di bawah kepemimpinan Daud AS pada saat itu. Ia pula yang dianggap sebagai pendiri kerajaan Bani Israil di Palestina yang sesungguhnya.
Pada masa pemerintahan Nabi Daud AS, dakwah Tauhid menyebar ke seluruh Palestina yang dijuluki dengan “Tanah yang Diberkati”. Keadilan, kedamaian dan kejujuran dijunjung tinggi, dan sebagai Nabiyullah, Daud AS dengan kitab Zabur, dikarunia pula oleh Allah ilmu dan kebijaksanaan.
Gunung dan burung-burung ikut bertasbih ketika ia membaca kitab Zabur dengan suaranya yang merdu dan khusyuk (QS Shad/18-20). Daud juga dikarunia mukjizat yang mencengangkan, yaitu di samping burung-hewan bertasbih bersamanya dan dapat pula melunakkan besi dengannya (Q.S. Sabâ’/34: 10).
Daud meninggal dunia pada tahun 963 SM, dan menurut satu riwayat kuburannya terletak di gunung Zion, di tempat yang sekarang disebut dengan “al-Nabi Daud”.
Kepemimpinan Bani Israil selanjutnya diteruskan oleh Nabi Sulaiman AS , putra Daud. Pada masa Sulaiman, Bani Israil mencapai puncak masa kedamaian dan kemakmurannya. Hal itu karena kerajaan tersebut sudah dibina sebelumnya oleh Daud dengan maksimal, sehingga tidak ada lagi rintangan politis apapun lagi. (Lihat QS al-Nahl/16: 112; QS al-Anbiyâ’/21: 78-82).
Sulaiman membangun kuil, yang memperkerjakan banyak ahli bangunan dan pemahat. Ia mengirim kapal mengarungi Samudra hingga ke selatan Spanyol.
Pemerintahan Sulaiman berlangsung 40 tahun, dan selama itu pula Bani Israil mengalami kemakmuran dan kebahagiaan. Masa kepemimpinan Sulaiman yang berpusat di seluruh tanah Palestina, dianggap masa kejayaan industri dan teknologi canggih ukuran zamannya, di mana berhasil membangun bangunan yang indah, istana yang megah, kota-kota yang banyak dan megah serta benteng-benteng yang kokoh serta tentara yang terdiri dari pasukan jin, manusia dan burung-burung.
Berkaitan dengan kesuksesan dan kejayaan Bani Israil di Palestina di bawah kepemimpinan Nabi Sulaiman AS, Allah abadikan dalam QS al-Naml/27: 17 dan 37; serta QS al-A‘râf/7: 27.
Jadi, era keemasan (the golden age) Bani Israil, terjadi di zaman Nabi Daud (1010-970 SM) dan Nabi Sulaiman (970-931 SM). Setelah era Nabi Sulaiman, kerajaan tersebut terpecah dua. Kerajaan Israil di utara, yang beribukota Samaria, dan Kerajaan Yudea di selatan, dengan ibukota Yerusalem.
Kerajaan utara tak bertahan lama, dan jatuh pada 722 SM, setelah diserang bangsa Assyiria. Sedangkan, Kerajaan Yudea bertahan lebih lama, dan baru bubar tahun 586 SM, saat dihancurkan Nebukadnezar.
Sebelum bubarnya Kerajaan Yudea, raja-rajanya antara lain menyembah berhala bernama Ba’al, dewa bangsa Kanaan. Mereka juga menyiksa dan memenjarakan nabi-nabi yang diutus untuk memperingatkan mereka, seperti Armia (Yeremia) dan Ilyas (Elia).
Nabi lainnya mereka bunuh, seperti Nabi Syu’ya. Kisah ini dituliskan dalam Al-Quran, surah as-Shaaffat ayat 123-126: “Dan sesungguhnya Ilyas benar-benar termasuk salah seorang rasul-rasul. (ingatlah) ketika ia berkata kepada kaumnya: ‘Mengapa kamu tidak bertakwa? Patutkah kamu menyembah Ba’al dan kamu tinggalkan sebaik-baik Pencipta, (yaitu) Allah Tuhanmu dan Tuhan bapak-bapakmu yang terdahulu?’.”
Disebutkan bahwa pada tahun 586 SM adalah tahun kehancuran dan kelenyapan pertama kerajaan-kerajaan Bani Israil di Palestina pada tangan Nebukhadnesar.
Kemudian setelah Nebukhadnesar, Palestina dikuasai oleh beberapa kerajaan dari luar, yaitu kerajaan Babilonia antara tahun 586-538 SM, kerajaan Persia antara 538-330 SM, kerajaan Yunani antara tahun 330-200 SM, Dinasti Seleucid antara tahun 200-167 SM, Dinasti Seleucid dan Maccabee antara tahun 167-63 SM, dan Imperium Romawi antara tahun 63 SM sampai 638 M.
Sedangkan, menjelang kehancuran kedua, Bani Israil juga melakukan berbagai penyimpangan seperti menghalalkan riba yang diharamkan dalam Taurat. Juga menyiksa dan membunuh nabi dan rasul, seperti membunuh Nabi Zakaria dan Nabi Yahya, menolak Nabi Isa sebagai al-Masih yang dijanjikan, bahkan berbuat makar untuk membunuhnya, dan lain-lain.
Karena berbagai penyimpangan itu, Bani Israil kembali terusir dari Tanah Suci. Dan, tak seperti pengusiran pertama yang terkonsentrasi di Babilonia, pengusiran kedua ini membuat Bani Israil terpencar dalam diaspora.
Diaspora Bani Israil tersebut tertulis dalam surah al-A’raf ayat 168: “Dan kami menyebarkan mereka sebagai komunitas yang terpisah-pisah ke seluruh penjuru bumi…”
Selama masa tersebut, orang Yahudi tak bisa kembali ke Yerusalem untuk mengklaimnya sebagai milik mereka, kecuali Ya’juj dan Ma’juj telah dilepaskan, seperti tertulis di surah al-Anbiyaa ayat 95 :
“Ada larangan pada sebuah kota yang telah kami hancurkan, bahwa mereka (penduduk kota itu) akan kembali (untuk mengklaimnya), sampai Ya’juj dan Ma’juj dilepaskan…”
Bani Israil, mungkin dimaafkan jika mereka menerima utusan berikutnya, seperti tertulis di surah al A’raf ayat 157 : “(Yaitu) orang-orang yang mengikut Rasul, Nabi yang ummi yang (namanya) mereka dapati tertulis di dalam Taurat dan Injil yang ada di sisi mereka, yang menyuruh mereka mengerjakan yang ma’ruf dan melarang mereka dari mengerjakan yang mungkar dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk dan membuang dari mereka beban-beban dan belenggu-belenggu yang ada pada mereka. Maka orang-orang yang beriman kepadanya, memuliakannya, menolongnya dan mengikuti cahaya yang terang yang diturunkan kepadanya (Al Quran), mereka itulah orang-orang yang beruntung.”
Ketika Nabi Muhammad diutus, mereka dimudahkan untuk mengenali bahwa Tuhan yang mengutus Musa dan nabi-nabi Bani Israil, juga adalah Tuhan yang sama yang mengutus Nabi Muhammad. Yaitu, saat Baitul Maqdis menjadi kiblat pertama untuk salat. Tapi, setelah 18 bulan, dan jelas bahwa Bani Israil menolak, bahkan berencana menghancurkan Islam, maka arah kiblat pun berubah ke Makkah.
“Dalam perubahan kiblat itu, Allah berfirman dalam Alquran, bahwa “Kesalehan itu bukanlah menghadapkan wajah ke timur dan ke barat…” ( QS al-Baqarah ayat 177 ). (Bersambung)