GELORA.CO - Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar membantah adanya komunikasi dengan Wali Kota Tanjungbalai M Syahrial. ICW menilai pernyataan Lili tersebut bersifat ambigu.
"ICW menilai keterangan yang disampaikan oleh Komisioner KPK, Lili Pintauli Siregar (LPS), terkait dengan dugaan adanya komunikasi dengan Wali Kota Tanjung Balai terlihat tidak jelas dan cenderung bersifat ambigu," kata peneliti dari ICW, Kurnia Ramadhana, dalam keterangannya, Senin (3/5/2021).
"Sebab, satu sisi ia mengatakan tidak pernah menjalin komunikasi dengan tersangka, namun pada bagian lain, Komisioner KPK itu menyebutkan tidak dapat menghindari komunikasi dengan para kepala daerah," ungkapnya.
Lebih lanjut, ia mengingatkan ada konsekuensi pelanggaran hukum dan etik bagi setiap pegawai, pimpinan, maupun Dewan Pengawas KPK jika berkomunikasi dengan pihak berperkara. Dua konsekuensi itu diatur secara jelas dalam Pasal 36 jo Pasal 65 UU KPK dengan ancaman pidana 5 tahun penjara dan bagian Integritas angka 11 Peraturan Dewan Pengawas Nomor 1 Tahun 2020.
"Jika nantinya terbukti ada komunikasi diantara keduanya tanpa dilandasi dengan bukti pelaksanaan tugas, maka LPS dapat diproses hukum dan etik," ucap Kurnia.
ICW mengingatkan kasus dugaan pelanggaran etik pernah menimpa Ketua KPK, Firli Bahuri saat masih menjabat Deputi Penindakan. Kala itu, Firli terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan pelanggaran etik berat karena berhubungan dengan kepala daerah di Nusa Tenggara Barat yang sedang dalam proses hukum di KPK.
Lebih lanjut ICW meminta Dewas segera memanggil pimpinan KPK Lili Pntauli Siregar (LPS) terkait dugaan pelanggaran kode etik. Kurnia juga menyarankan agar Dewas juga menyita alat komunikasi yang selama ini digunakan oleh LPS.
Perihal menyita alat komunikasi, hal itu tertuang dalam Peraturan Dewan Pengawas Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku KPK, tepatnya bagian Integritas nomor 13 yang berbunyi 'setiap Insan KPK wajib memberikan akses kepada Dewas terhadap seluruh fasilitas dan benda milik pribadi yang digunakan dalam pekerjaan seperti alat komunikasi untuk kepentingan pemeriksaan dan penegakan dugaan pelanggaran berat kode etik.'
"Penyitaan ini penting untuk menelusuri dua isu, yakni apakah benar ada komunikasi dengan Wali Kota Tanjung Balai pasca yang bersangkutan resmi diselidiki oleh KPK? Kemudian, apakah ada komunikasi lain dengan kepala daerah yang juga sedang diusut perkaranya oleh KPK?" imbuhnya.
ICW juga mendorong agar Lili Pintauli dipanggil sebagai saksi terkait kasus penyuapan Wali Kota Tanjungbalai dengan penyidik KPK. Kemudian ICW juga menyarankan agar Lili Pintauli tidak dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan perkara suap dan gratifikasi penyidik Robin demi mencegah konflik kepentingan.
"Kedeputian Penindakan KPK harus memanggil LPS sebagai saksi untuk menelusuri satu isu penting, yakni apakah ada kaitan antara Azis Syamsuddin, LPS, Penyidik Robin, dan Syahrial?" ungkapnya.
Sebelumnya, Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar menepis adanya komunikasi dengan Wali Kota Tanjungbalai M Syahrial sebelum berstatus tersangka di KPK. Lili menepis membantu Syahrial.
"Dapat kami sampaikan bahwa saya tegas mengatakan tidak pernah menjalin komunikasi dengan tersangka MS terkait penanganan perkara yang bersangkutan," ucap Lili dalam konferensi pers di KPK, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Jumat (30/4/2021).
"Apalagi membantu dalam penanganan perkara yang sedang ditangani oleh KPK," imbuhnya.(dtk)