GELORA.CO - Isu mengenai Ganjar Pranowo muncul ke permukaan usai yang bersangkutan kena teguran keras dari DPP PDIP karena dinilai terlalu berambisi menjadi capres dalam Pilpres 2024 mendatang. Isu apa yang kali ini muncul terkait Ganjar?
Ganjar diisukan tidak bisa menarik simpati para pengurus DPD PDIP Jawa Tengah (Jateng). Bahkan Gubernur Jateng itu disebut-sebut tidak disukai oleh pengurus DPC PDIP se-Jateng.
"Memang, soal pengurus DPD Jateng dan DPC se-Jateng tidak suka sama Ganjar ini memang sudah lama. Bahkan sejak Ganjar menjadi gubernur periode pertama," kata Direktur Eksekutif Institute for Democracy & Strategic Affairs Ahmad Khoirul Umam kepada wartawan, Minggu (30/5/2021).
Apa yang dijadikan dasar hingga Ganjar disebut tidak disukai oleh DPD PDIP Jateng hingga DPC PDIP se-Jateng? Hasil Pilgub Jateng 2018 yang kemudian diungkit.
"Maka sebenarnya kemenangan Ganjar di Pilgub 2018 juga banyak di-support oleh suara Gus Yasin (santri-santri KH Maemun Zubair atau Mbah Moen)," sebut Umam.
"Hal itu bisa kita lihat dari hasil perolehan suara Ganjar dalam Pilgub 2018 sebanyak 58 persen, sedangkan sang penantang Sudirman Said-Ida Fauziyah memperoleh 41 persen. Bagi seorang inkumben yang didukung PDIP di Jawa Tengah, memperoleh 58 persen menurut saya sangat sedikit," imbuhnya.
Dalam Pilgub Jateng 2018, Ganjar Pranowo, yang berpasangan dengan putra Mbah Moen, Taj Yasin berhasil keluar sebagai pemenang dengan perolehan 10.362.694 suara atau 58,78 persen. Sementara lawannya, Sudirman Said-Ida Fauziyah mendapatkan 7.267.993 suara atau 41,22 persen.
Sedangkan dalam Pilgub Jateng 2013, di mana saat itu ada 3 pasangan calon, Ganjar yang duet dengan Heru Sudjatmoko berhasil mendapatkan 48,82% suara. Dua pasangan lainnya, Bibit Waluyo-Sudijono Sastroatmodjo memperoleh 30,2% suara, dan pasangan Hadi Prabowo-Don Murdono meraup 20,92% suara.
Di sisi lain, kehilangan Ganjar dinilai bisa menjadi kerugian besar bagi PDIP. Selain itu, kader PDIP itu sebetulnya bisa menjadi percontohan sebuah sistem kaderisasi partai yang baik.
"Tapi di sisi lain, memang perlakuan Bambang Wuryanto ke Ganjar itu berpotensi membuka pertanyaan masyarakat tentang relevansi klaim 'partai kadernya' PDIP," tutur Umam.
"Ketika fungsi kaderisasi tetap harus tunduk pada trah elite dan patronase partai, maka model kaderisasi parpol itu jelas tidak menunjukkan watak demokrasi yang sesungguhnya. Cara-cara itu lebih dekat dengan 'demokrasi terpimpin', yang sebenarnya bukan varian genuine dari sistem demokrasi," sambung dia.
Isu Ganjar Pranowo tidak disukai DPD hingga DPC PDIP se-Jateng tentu dibantah. Namun tidak dipungkiri bahwa pengurus DPD hingga DPC PDIP se-Jateng barharap bisa lebih sering bersilaturahmi dengan Ganjar.
"Asesmen orang luar sering lebih dramatis dan hiperbolis. Memang pada awalnya ada harapan agar Pak Ganjar lebih agresif bersilaturahmi dengan jajaran 35 DPC kabupaten/kota se-Jateng. Artinya, setiap ada kunjungan kerja ke kabupaten/kota, mampir ke kantor-kantor DPC," terang politisi senior PDIP, Hendrawan Supratikno kepada wartawan, Minggu (30/5).
Yang juga bagian fakta adalah silaturahmi Ganjar ke DPD hingga DPC PDIP se-Jateng tidak berjalan sesuai dengan harapan pengurus. Tapi pada akhirnya pengurus DPD dan DPC PDIP se-Jateng memaklumi kondisi mantan anggota Komisi II DPR RI itu.
"Itu (kunjungan ke DPC) tak terlaksana sepenuhnya karena acara sering dibatasi protokol birokrasi dan alokasi waktu yang sering terbatas. Namun lama-kelamaan jajaran kader paham, kesibukan Mas Ganjar luar biasa," jelas Hendrawan.
Hendrawan sendiri menilai kondisi yang dihadapi Ganjar Pranowo saat ini sebagai dinamika politik biasa. Menurutnya, Ganjar hanya diingatkan soal kultur demokrasi terpimpin yang dianut di PDIP.
"Apa yang terjadi sesungguhnya dinamika biasa. Kader, termasuk Ganjar, hanya diingatkan kultur demokrasi terpimpin (geleide democratie) yang ada di partai. Saya meyakini Ganjar juga paham soal tersebut," ucap anggota DPR RI dapil Jateng X itu.(dtk)