GELORA.CO - Partai Ummat mengkritik kebijakan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Sri Sultan Hamengkubuwono X yang mewajibkan pemutaran lagu 'Indonesia Raya' di seluruh instansi pemerintahan dan swasta.
Ketua Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) Partai Ummat Daerah Istimewa Yogyakarta, Nazaruddin mengemukakan dua alasan mengapa ia menentang kebijakan tersebut.
Pertama, Nazaruddin menilai bahwa kebijakan tersebut masih prematur, tanpa studi terlebih dahulu.
Menurutnya, kewajiban memutar lagu 'Indonesia Raya' raya ini adalah cara memupuk nasionalisme yang hanya bersifat simbolis dan tidak substantif.
"Kedua, kebijakan ini mirip dengan kebijakan di negara-negara otoriter seperti Korea Utara," ujarnya pada Kamis, 20 Mei 2021, dilansir dari Detik News.
Sebelumnya, Sri Sultan HB X mewajibkan seluruh instansi di DIY untuk memutar lagu 'Indonesia Raya' melalui Surat Edaran (SE) Nomor 29/SE/V/2021.
Di dalam SE tersebut, diatur bahwa lagu Indonesia Raya wajib diperdengarkan setiap hari pada pukul 10.00 WIB atau setiap pagi saat memulai aktivitas.
Disebutkan pula bahwa pemutaran lagu kebangsaan ini harus dibarengi dengan sikap hormat, yaitu dengan berdiri tegak.
Kepala Biro Humas dan Protokoler Sekretariat Daerah (Setda) DIY, Imam Pratanadi menjelaskan bahwa aturan dalam SE ini sebenarnya masih terbatas di tempat-tempat publik yang memiliki speaker.
Adapun tempat yang tidak memungkinkan seperti di Malioboro masih menunggu uji coba.
Begitu pula dengan tempat publik lain yang tidak memungkinkan untuk dilakukan sikap hormat saat lagu kebangsaan dikumandangkan.
Menurut Imam, setiap instansi dapat menyesuaikan dengan keterbatasan masing-masing.
"Untuk aktivitas perkantoran pemerintah bisa jam 08.00 WIB, awal kegiatan," jelas Imam. (*)