GELORA.CO - Dibandingkan dengan negara-negara berpenduduk mayoritas muslim di seluruh dunia, Indonesia merupakan negara dengan wajah Islam yang paling kosmopolit dan paling berhasil dalam mengakomodasi perbedaan.
Tak jarang, wajah Islam Indonesia yang terbuka dan damai itu dipuji oleh berbagai tokoh dunia. Salah satu pemimpin agama tertinggi Islam Syiah di Iran bahkan berpendapat bahwa masa depan kejayaan Islam datang dari bumi Indonesia.
Demikian yang disampaikan oleh Ketua PP Pusat Muhammadiyah Anwar Abbas, Jumat (21/5) saat mengisahkan pengalamannya bertandang ke Teheran, Iran.
“Ketika saya berkunjung ke Teheran, tahunnya saya lupa. Saya diterima oleh orang kedua setelah Ayatullah Khomeini, saya lupa namanya. Dia bilang begini, bahwa umat Islam akan kembali memimpin dunia, tapi umat muslim yang akan memimpin dunia itu bukan datang dari Timur Tengah, bukan umat Islam dari Turki dan bukan umat Islam dari Iran. Tetapi umat Islam dari Indonesia,” kenang Anwar.
Sebagaimana diketahui, Ayatullah (grand ulama) adalah gelar bagi pemimpin tertinggi Iran. Secara yudikatif, Ayatullah memiliki kekuatan lebih besar dibandingkan Presiden Iran. Besar kemungkinan orang yang dijumpai Anwar Abbas adalah wakil pemilik gelar Ayatullah.
“Saya ya kaget juga. Dan beliau berpesan, kata beliau tolong jaga ukhuwah dan silaturahim antara NU dan Muhammadiyah. Itu, pesannya itu. Jadi kesimpulan saya, ya orang di luar melihat negeri ini akan menajdi negeri maju dan umat Islam akan memimpin dunia dan dalam kesimpulan Ayatullah itu, NU dan Muhammadiyah akan memainkan peran penting. Karena itu tolong, silaturahim dan ukhuwah itu dijaga,” imbuh Anwar.
Dalam momen halalbihalal Majelis Ekonomi dan Kewirausahaan PP Muhammadiyah, Anwar Abbas lantas mengartikan pesan positif itu dengan mengajak elemen muslim Indonesia mempererat persaudaraan.
Anwar juga berpesan agar kunci kejayaan melalui usaha-usaha untuk menguasai kekuatan ekonomi nasional digalakkan dengan memperbanyak pebisnis atau wirausahawan yang fokus dan matang.
“Oleh karena itu terus terang saja kita menginginkan bagaimana kita bisa mencetak SDM-SDM di kalangan milenial yang beriman, berilmu, tapi juga kaya serta dengan kekayaannya itu dia bisa melakukan amal, berinfak, bersedekah, dan beramal saleh,” pungkasnya. (*)