GELORA.CO - Keputusan Manajemen PT Hero Supermarket Tbk (HERO) yang akan menutup semua gerai Giant pada Juli mendatang membuat Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia (Aspek Indonesia) selaku federasi serikat pekerja tingkat nasional yang menaungi para pekerja Giant prihatin. Sebab, kondisi usaha dan dampak pandemi telah membuat “raksasa" retail di Indonesia tersebut harus menutup usahanya secara permanen.
“Kami prihatin karena semakin banyak pemutusan hubungan kerja (PHK) yang terjadi di Indonesia. Semakin banyak rakyat Indonesia yang kehilangan pekerjaannya,” tutur Presiden DPP Aspek Indonesia Mirah Sumirat kepada wartawan, Jumat (28/5).
Aspek Indonesia berharap, manajemen PT Hero Supermarket tetap memaksimalkan mekanisme bipartit secara transparan dengan melibatkan Serikat Pekerja PT Hero Supermarket yang berafiliasi dengan pihaknya.
Mirah Sumirat juga berharap agar kesempatan untuk dapat tetap mempekerjakan pekerja Giant di unit bisnis PT Hero Supermarket yang lainnya masih terbuka
Dia juga mengingatkan manajemen PT Hero Supermarket untuk tetap menghormati Perjanjian Kerja Bersama (PKB) yang sudah disepakati bersama Serikat Pekerja Hero Supermarket dan tidak menggunakan UU Cipta Kerja.
“Karena UU Cipta Kerja sesungguhnya hanya mengatur ketentuan minimum. Sedangkan PKB dapat memberikan lebih baik di atas UU dan mengikat para pihak, baik manajemen maupun pekerja,” urainya.
Mirah mendesak agar manajemen Hero Supermarket memberi apresiasi lebih kepada para pekerja yang telah memiliki masa kerja belasan bahkan puluhan tahun.
Terlepas dari itu, Mirah menekankan agar pemerintah, khususnya Kementerian Ketenagakerjaan, serius dalam melihat banyaknya perusahaan yang melakukan PHK massal.
Setidanya harus ada evaluasi terkait stimulus yang selama ini banyak diberikan oleh pemerintah kepada kalangan pengusaha. Sebab nyatanya stimulus itu tidak efektif untuk dapat menyelamatkan dunia usaha maupun untuk menyelamatkan nasib para pekerja.
“Omnibus Law UU Cipta Kerja terbukti tidak mampu memberikan jaminan kepastian pekerjaan, jaminan kepastian upah dan kepastian jaminan sosial. Sehingga Pemerintah perlu untuk membatalkan kluster ketenagakerjaan yang ada pada UU Cipta Kerja,” tuturnya.
“Jika tidak, maka akan terjadi tsunami PHK yang berkepanjangan. Dan berdampak pula pada upaya pemulihan ekonomi pasca pandemi,” demikian Mirah Sumirat. [rmol]