OLEH: WIDIAN VEBRIYANTO
Polemik Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang digelar Badan Kepegawaian Negara (BKN) masih terus memanas. Bahkan teranyar kegagalan 75 pegawai dalam menjalani TWK dikaitkan dengan kasus yang ditangani KPK hingga isu radikalisme.
Padahal untuk kasus besar yang ditangani, seperti bantuan sosial, KPK telah menjerat seorang menteri sebagai pesakitan. Juga tidak menjadi hal yang baru ketika disebut bahwa nilai proyek bansos adalah ratusan triliun, karena memang anggaran tersebut digelontorkan untuk penanganan Covid-19.
Sementara untuk isu radikalisme, Direktur Sosialisasi dan Kampanye Antikorupsi KPK, Giri Suprapdiono telah mematahkannya. Katanya, di antara 75 yang tidak lulus tersebut ada 9 orang non Islam yang terdiri dari 7 orang Nasrani, 1 Buddha, dan 1 Hindu.
Lantas kini publik bertanya-tanya apa yang membuat 75 orang, konon penyidik senior KPK Novel Baswedan ikut di dalamnya, dinyatakan tidak memenuhi syarat (TMS) TWK. Padahal 1.274 pegawai lainnya atau hampir 17 kali lipatnya dinyatakan memenuhi syarat (MS).
Berdasarkan informasi yang didapat, ternyata alasannya beragam dan mendasar. Disebutkan bahwa dalam tes tersebut ada pegawai yang terang-terangan menolak UU 19/2019, padahal KPK saat ini berpayung hukum pada UU tersebut.
Ada juga pegawai yang menolak menjadi ASN, sehingga wajar yang bersangkutan tidak diluluskan.
Menariknya lagi, di antara 75 pegawai tersebut ada yang dengan sengaja mengaku sebagai Taliban dan menentang kebijakan pemerintah membubarkan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) dan Front Pembela Islam (FPI).
Dengan kata lain, isu radikalisme dan Taliban kemungkinan besar di-create sendiri oleh pegawai yang sebenarnya menolak menjadi ASN karena memang dari awal menyatakan penolakan pada UU KPK baru.
Yang turut membuat geleng kepala, disebutkan bahwa ada pegawai yang menyatakan dukungan pada seks bebas hingga memperbolehkan bertukar pasangan. Mereka mendasarkan dukungan itu pada seni dan tidak boleh diganggu gugat karena menyangkut hak pribadi yang suka sama suka.
Ada juga yang menolak tempat ibadah di lingkungan dan intoleran terhadap kegiatan beragama di lingkungannya.
Namun tidak sedikit juga yang memberi penjelasan bahwa dia tidak akan mengikuti perintah pemerintah dan pimpinan karena meraka hanya takut kepada Tuhan.
Beruntung KPK tidak tidak membuka soal dan hasil TWK pegawai tersebut. Sebab, jika soal dan hasil TWK pegawai dipublikasi, bukan tidak mungkin akan mencemarkan nama baik mereka di lingkungan.
TWK ini sendiri digelar oleh BKN dengan menggandeng Badan Intelijen Negara, Badan Intelijen Strategis TNI, Pusat Intelijen TNI Angkatan Darat, Dinas Psikologi TNI Angkatan Darat, dan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme.
Sebanyak 1.351 pegawai KPK diberi kesempatan yang sama, waktu yang sama, dan materi yang sama untuk mengikuti tes tersebut. Hasilnya, 1.274 lolos, 75 gagal, dan 2 orang berhalangan ikut tes.
Tidak ada komentar yang pedas dari seribu lebih pegawai yang lulus. Yang artinya, tidak ada yang salah dengan soal TWK, toh yang lulus 17 kali lipat lebih banyak dari yang gagal.
Adapun di antara yang lulus TWK berprofesi sebagai sopir, tukang taman, cleaning service, hingga pembersih ruangan kamar mandi. Tentunya kelompok ini sangat bergembira lulus TWK dan akan diangkat menjadi ASN.
Apalagi, pimpinan KPK dan Sekjen KPK selaku pejabat pembina kepegawaian berkomitmen merampungkan Nomor Induk Pegawai (NIP) mereka dari BKN.
Ditargetkan NIP akan selesai pada 25 Mei dan pada 1 Juni 2021 BKN bisa melantik 1.274 pegawai KPK menjadi ASN.
Selamat, semoga KPK semakin profesional dan sistematis dalam bekerja. Termasuk bisa terbebas dari unsur-unsur politik dalam setiap menangani perkara.