GELORA.CO - BMKG menyebut beberapa tahun terakhir terjadi peningkatan aktivitas kegempaan di Indonesia. Sedangkan di Jawa Timur, aktivitas kegempaan juga meningkat dalam lima tahun terakhir.
Hal ini diungkapkan Kepala BMKG Dwikorita Karnawati dalam Webinar Kajian dan Mitigasi Gempa dan Tsunami di Jawa Timur.
"Sejak awal tahun, sebelum ada kejadian gempa di Jatim yang sudah dua kali ini, akhir tahun, kami melakukan evaluasi, di wilayah Indonesia ini mengalami peningkatan kejadian gempa bumi di beberapa wilayah," ungkap Dwikorita dalam Webinar yang dilihat detikcom di Surabaya, Jumat (28/5/2021).
"Kami melakukan evaluasi. Di beberapa klaster di Indonesia ini mengalami peningkatan, terutama klaster yang di Jatim, tepatnya di lepas pantai selatan Jatim dan selatan Selat Sunda, selatan Jawa Barat, selatan Jawa Tengah dan sebelah barat kepulauan Mentawai yang berdampak ke Sumatera Barat," imbuhnya.
Dwikorita memaparkan terjadi peningkatan aktivitas seismik di Indonesia. Dia menyebut jumlah kejadian gempa bumi yang tadinya di 2008 hanya tahun 4.000-an kejadian meningkat menjadi 11.000 ribu lebih di tahun 2018.
"Di tahun 2018 jumlah kejadian gempa bumi meningkat sebanyak 11.000 dan 2020 masih di atas rata-rata yakni mencapai 8.000," imbuhnya.
Sementara itu, untuk gempa yang terjadi di Malang dan Blitar beberapa waktu lalu, Dwikorita mengatakan sempat ada peningkatan gempa kecil.
"Di wilayah Jawa Timur itu juga mengalami peningkatan gempa-gempa kecil sebelum terjadi gempa 6 magnitudo kemarin. Kami curiga sejak awal melakukan survey. Di tahun sebelumnya, memang rata-rata sekitar 600 kali gempa, di Jatim terjadi lompatan. Sehingga kami menyusuri pantai dari Jatim sampai selat Sunda," ungkap Dwikorita.
"Khusus Jawa Timur, terjadi lonjakan di tahun 2021 ini Kejadian gempanya memang meningkat, dan itu yang perlu kita siap siagakan. Bukan berarti pasti ada gempa, tidak, kami tidak ada kepastian. Cuma ada tren terjadinya gempa kecil," tambahnya.
Melihat fakta ini, Dwikorita langsung melakukan pengecekan di sepanjang pantai Selatan Jatim hingga selat Sunda. Di sini, Dwikorita mengecek kesiapan daerah jika terjadi gempa hingga tsunami.
"Diprediksi kekuatan terburuk magnitudo 8,7 dan ini bisa membangkitkan tsunami. Sehingga yang kami cek, kesiapan aparat setempat dan juga pemerintah daerah setempat dan kesiapan sarana prasarana untuk evakuasi bila terjadi tsunami. Ini lah yang kami jadikan skenario, kita ambil kemungkinan magnitudo tertinggi 8,7. Nah dan itu yang menjadi dasar skenario untuk memprediksi terjadinya tsunami, kapan terjadinya gelombang, sehingga kami melakukan pemetaan bahaya tsunami," pungkasnya.(dtk)