GELORA.CO - Ketiadaan nama pendiri Nahdlatul Ulama (NU), KH Hasyim Asy’ari, di Kamus Sejarah Indonesia Jilid 1 Kemdikbud membuat kami tertarik untuk membedah kamus tersebut. Tujuannya untuk melihat siapa saja tokoh yang ditulis di dalamnya.
Oleh sebab itu, kami menyusuri kata demi kata di antara 347 halaman. Kemudian mengklasifikasikannya berdasarkan nama-nama tokoh termasuk organisasi tempat para tokoh itu bernaung.
Hasilnya, kami menemukan 144 tokoh Indonesia di Kamus Sejarah Indonesia Jilid 1. Sementara itu, tokoh PNI, Boedi Oetomo, dan PKI paling banyak muncul di dalamnya.
Berdasarkan grafik di atas, tokoh yang paling banyak muncul berasal dari Partai Nasionalis Indonesia (PNI). Ada 14 tokoh yang terafiliasi dengan partai Sukarno tersebut. Di antaranya adalah Sukarno sendiri, Mohammad Hatta, Samsi Sastrowidagdo, hingga Ali Sastroamidjojo.
Sementara itu, organisasi Boedi Oetomo menempati urutan kedua. Ada 9 tokoh yang terafiliasi dengan organisasi pemuda tersebut. Di antaranya adalah Soetomo sebagai pendiri, lalu ada Oto Iskandar Dinata, hingga Radjiman Wediodiningrat.
Selain itu, tokoh-tokoh PKI juga mendapat porsi yang banyak di kamus tersebut. Mulai dari DN Aidit, Abdul Latief Hendraningrat, Alimin Prawirodirdjo, Darsono, Oetomo Ramelan, Haji Misbach, Musso, Semaoen, dan Amir Sjarifuddin. Total ada 8 tokoh PKI.
Lalu bagaimana dengan tokoh-tokoh organisasi NU?
Di kamus tersebut, tokoh NU ada 4 orang. Mereka adalah KH Adnan, KH Abdul Wahab Chasbullah, KH Masjkur, dan KH Zainal Arifin. Nama KH Hasyim Asy’ari sama sekali tidak ada di kamus tersebut.
Meski demikian, nama pendiri NU itu sempat disinggung di lema KH Abdul Wahab Chasbullah. Dalam deskripsi lema itu tertulis:
‘Pada 1947, Abdul Wahab terpilih sebagai Rais’am (Ketua Umum) PBNU menggantikan K.H. Hasyim Asy’ari’.
Terkait tidak adanya nama KH Hasyim Asy’ari, Dirjen Kebudayaan Kemendikbud Hilmar Farid pun sudah memberikan klarifikasi. Dia mengatakan pihaknya tidak berniat menghilangkan peran KH Hasyim Asy'ari dalam kamus sejarah.
“Kesimpulannya terjadi keteledoran yang mana naskah yang belum siap kemudian diunggah ke laman Rumah Belajar. Tidak ada niat untuk menghilangkan KH Hasyim Asy’ari sebagai tokoh sejarah dalam buku tersebut,” kata Hilmar dalam taklimat media di Jakarta, dikutip dari Antara, Rabu (21/4).
Menurut Hilmar, peran KH Hasyim Asy'ari sebagai pendiri NU memang dijelaskan di halaman lain. Hanya saja tidak ada dalam laman atau entri.
“Jadi narasi menghilangkan peran KH Hasyim Asy’ari itu tidak benar. Kami mengakui memang ada kesalahan teknis dan kami memohon maaf. Kesalahan itu seharusnya tidak perlu terjadi,” tutup Hilmar.