GELORA.CO - Isu reshuffle Kabinet Indonesia Maju sudah mencuat belakangan ini, namun belum ada kepastian kapan akan dilakukan. Adanya tawar-menawar dinilai menjadi penyebab ditundanya reshuffle kabinet.
"Mungkin saja sedang terjadi power interplay (tarik-menarik kepentingan) siapa yang akan terkena reshuffle dan siapa yang akan menjadi penggantinya," kata pengamat politik dari Universitas Al-Azhar, Ujang Komarudin, kepada wartawan, Jumat (23/4/2021).
Ujang mengatakan Jokowi seharusnya mengambil langkah cepat untuk memutuskan, terutama posisi di dua nomenlaktur baru, yakni Kemendikbud-Ristek dan Kementerian Investasi. Sebab, kedua nomenlaktur itu sudah disetujui oleh DPR.
"Mestinya Jokowi cepat ambil langkah untuk menempatkan dan mengisi pos menteri-menteri yang ada di nomenklatur baru tersebut. Harusnya setelah disetujui DPR jangan lama-lama untuk adakan pergantian," ujarnya.
Ujang menilai penundaan ini membuat para menteri gelisah. Alhasil, menurutnya, kinerja kementerian akan menurun.
"Ini lama-lama juga membuat para menteri gelisah dan birokrasi di kementerian juga pada panik. Jika menterinya ganti, biasanya gerbong birokrasi juga berganti. Apalagi birokrasi yang kementeriannya akan dilebur, mereka tak bisa tidur. Karena akan kehilangan jabatan," ujarnya.
Dihubungi terpisah, Ketua Departemen Politik dan Perubahan sosial CSIS Arya Fernandes menilai Jokowi masih memerlukan waktu terkait reshuffle. Selain itu, menurutnya, ada pertimbangan dari Jokowi terkait dampak dan respons publik dari nama-nama yang beredar.
"Jadi presiden sepertinya masih butuh beberapa waktu untuk memikirkan beberapa skenario terkait opsi reshuffle itu. Nah, skenario itu ditentukan oleh dampaknya, respons publik dan para elite," ujarnya.
Keputusan para elite politik menjadi yang paling dipertimbangkan kata Arya. Sebab, hal ini akan berpengaruh dengan agenda besar Jokowi agar berjalan mulus di parlemen.
"Karena kan ini di tahun kedua, ke depan agenda pemerintah akan besar, banyak agenda strategis yang harus diputuskan pemerintah, terutama UU ibu kota dan omnibus law, itu kan membutuhkan full support dari parlemen," ujarnya.
"Jadi Presiden harus memastikan bahwa partai ini solid dan soliditas itu salah satunya dipengaruhi oleh reshuffle ini, supaya ketika omnibus law masuk ke DPR itu akan jadi mudah, karena kebijakan besar yang butuh dukungan dari parlemen. Jadi itu yang membuat presiden membutuhkan waktu," lanjut Arya.
Isu reshuffle sebelumnya santer disebut dilakukan Rabu kemarin, namun tak kunjung terlaksana. Mensesneg Pratikno memberi kode tetap akan ada reshuffle, tapi tidak dalam waktu dekat.
"Tunggu saja," kata Pratikno.(dtk)